Tuesday, August 19, 2014

TUJUAN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN



(Studi Tafsir Al-Qur’an)


A.  PENDAHULUAN
Islam sangat mementingkan pendidikan.[1] Dengan pendidikan yang benar dan berkualitas, individu-individu yang beradab akan terbentuk yang akhirnya memunculkan kehidupan sosial yang bermoral. Sayangnya, sekalipun institusi-institusi pendidikan saat ini memiliki kualitas dan fasilitas, namun institusi-institusi tersebut masih belum memproduksi individu-individu yang beradab. Sebabnya, visi dan misi pendidikan yang mengarah kepada terbentuknya manusia yang beradab, terabaikan dalam tujuan institusi pendidikan.[2]
Penekanan kepada pentingnya anak didik supaya hidup dengan nilai-nilai kebaikan, spiritual dan moralitas seperti terabaikan. Bahkan kondisi sebaliknya yang terjadi. Saat ini, banyak institusi pendidikan telah berubah menjadi industri bisnis, yang memiliki visi dan misi yang pragmatis. Pendidikan diarahkan untuk melahirkan individu-individu pragmatis yang bekerja untuk meraih kesuksesan materi dan profesi sosial yang akan memakmuran diri, perusahaan dan Negara. Pendidikan dipandang secara ekonomis dan dianggap sebagai sebuah investasi. Gelar dianggap sebagai tujuan utama, ingin segera dan secepatnya diraih supaya modal yang selama ini dikeluarkan akan menuai keuntungan. Sistem pendidikan seperti ini sekalipun akan memproduksi anak didik yang memiliki status pendidikan yang tinggi, namun status tersebut tidak akan menjadikan mereka sebagai individu-individu yang beradab. Pendidikan yang bertujuan pragmatis dan ekonomis sebenarnya merupakan pengaruh dari paradigma pendidikan Barat yang sekular.
Dalam budaya Barat sekular, tingginya pendidikan seseorang tidak berkorespondensi dengan kebaikan dan kebahagiaan individu yang bersangkutan. Dampak dari hegemoni pendidikan Barat terhadap kaum Muslimin adalah banyaknya dari kalangan Muslim memiliki pendidikan yang tinggi, namun dalam kehidupan nyata, mereka belum menjadi Muslim-Muslim yang baik dan berbahagia. Masih ada kesenjangan antara tingginya gelar pendidikan yang diraih dengan rendahnya moral serta akhlak kehidupan Muslim. Ini terjadi disebabkan visi dan misi pendidikan yang pragmatis. Sebenarnya, agama Islam memiliki tujuan yang lebih komprehensif dan integratif dibanding dengan sistem pendidikan sekular yang semata-mata menghasilkan para anak didik yang memiliki paradigma yang pragmatis.
Dalam makalah ini penulis berusaha menggali dan mendeskripsikan tujuan pendidikan dalam Islam secara induktif dengan melihat dalil-dalil naqli yang sudah ada dalam al-Qur’an maupun al-Hadits, juga memadukannya dalam konteks kebutuhan dari masyarakat secara umum dalam pendidikan, sehingga diharapkan tujuan pendidikan dalam Islam dapat diaplikasikan pada wacana dan realita kekinian dan sebagai salah satu solusi menghadapi tekanan pengaruh glabalisasi.

B.  Konsep Tujuan Pendidikan
                Pendidikan adalah suatu proses untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan sebelumnya. Tujuan pendidikan akan menentukan ke arah mana peserta didik itu dibawa. Secara umum, tujuan pendidikan membantu perkembangan anak untuk mencapai tingkat kedewasaan, baik kedewasaan biologis maupun kedewasaan pedagogis.
Di bawah ini beberapa pendapat para ahli mengenai Tujuan Pen­didikan, diantaranya:[3]
1.       Prof. Zahara Idris, M.A. memandang tujuan pendidikan adalah dalam rangka memberikan bantuan terhadap perkembangan anak seutuhnya supaya dapat mengambangkan potensi fisik, emosi, sikap, moral, pengetahuan dan keterampilan semaksimal mungkin agar menjadi manusia dewasa.
2.       Menurut M. Noer Syam, tujuan pendidikan pada hakekatnya agar seseorang mempunyai kepribadian yang sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan kebudayaan.
3.       Tujuan pendidikan menurut Ki Hajai Dewantoro adalah agar anak sebagai manusia dan anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya.
4.       Spencer memandang tujuan pendidikan adalah sebagai berikut :
a.       Self Preservation. Manusia harus hidup sebagai makhluk; menjaga diri terhadap bahaya, penyakit dan musuh-musuh lainaya.
b.       Securing the Necessities of Life. Manusia harus berusaha dan bekerja untuk mencari nafkah dalam bidang kehidupan
c.        Rearing of Family. Harus sanggup memelihara rumah tangga, mengurus dan mendidik anak-aiiak.
d.       Maintaining Proper Social and Political Relationship. Harus pandai bergaul dan menyesuaikan diri dalam masyarakat dan menjadi seorang warga negara yang baik.
e.        Enjoying Leisure Time. Harus pandai membagi waktu senggang menikmati keindahan dan sebagainya.
5.       Al-Abrasi menyatakan bahwa tujuan pendidikaa udalah untuk:
a.       Pembentukan akhlak mulia.
b.       Persiapan untuk kehidupan dunia dan akhirat.
c.        Persiapan untuk mencari rejeki dan pemeliharaan segi-segi pemanfaatannya.
d.       Mempersiapkan para pelajar untuk propinsi tertentu sehingga ia mudah mencari rezeki.
6.       Menurut Al-Ghazali, tujuan pendidikan adalah beribadah dan taqarub (mendekatkan diri) kepada Allah dan kesempurnaan insani yang tujuannya kebahagiaan dunia akhirat.
7.       Menurut Shaleh Abdul Azis dan Abdul Majid menyatakan bahwa tujuan pendidikan adalah mendapatkan keridhaan Allah dan mengusahakan penghidupan.
8.       Abdul Fayad mengatakan bahwa pendidikaan mengarahkan pada dua tujuan, yaitu: pertama, persiapan untuk hidup akhirat dan yang kedua, membentuk perorangan dengan ilmu pengetahuan dan keterampilan untuk menunjang kesuksesannya hidup di dunia.
9.       Ahmad D Marimba, tujuan pendidikan Islam adalah; identik dengan tujuan hidup orang muslim. Tujuan hidup manusia munurut Islam adalah untuk menjadi hamba allah. Hal ini mengandung implikasi kepercayaan dan penyerahan diri kepada-Nya .
10.    Dr. Ali Ashraf, “tujuan akhir pendidikan Islam adalah manusia yang menyerahkan diri secara mutlak kepada Allah pada tingkat individu, masyarakat dan kemanusiaan pada umumnya”.
11.    Muhammad Athiyah al-Abrasy. “the fist and highest goal of Islamic is moral refinment and spiritual, training” (tujuan pertama dan tertinggi dari pendidikan Islam adalah kehalusan budi pekerti dan pendidikan jiwa)”
12.    Syahminan Zaini, “Tujuan Pendidikan Islam adalah membentuk manusia yang berjasmani kuat dan sehat dan trampil, berotak cerdas dan berilmu banyak, berhati tunduk kepada Allah serta mempunyai semangat kerja yang hebat, disiplin yang tinggi dan berpendirian teguh”.
C.  Tafsir Ayat-Ayat Tentang Tujuan Pendidikan
1.  Surat Ali Imron Ayat 138
هَـذَا بَيَانٌ لِّلنَّاسِ وَهُدًى وَمَوْعِظَةٌ لِّلْمُتَّقِينَ ﴿ ال عمران 138﴾

لِّلْمُتَّقِينَ
وَمَوْعِظَةٌ
وَهُدًى
لِّلنَّاسِ
بَيَانٌ
هَـذَا
bagi orang-orang yang bertakwa
serta pelajaran
dan petunjuk
bagi seluruh manusia
penerangan
Ini
(Al Qur'an)

(Al Qur'an) ini adalah penerangan bagi seluruh manusia, dan petunjuk serta pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa. (Ali Imron : 138)

Hadza bayaanu linnasi , ini maksudnya adalah al-Quran[4] ini (menjadi penerang bagi manusia) artinya semuanya (dan petunjuk) dari kesesatan,[5] yang menisyaratkan kandungan al-Qur’an yang menjelaskan tentang kebenaran semua perkara yang sungguh telah terjadi pada masa lalu mereka.[6] Al-Qur’an dijadikan oleh Allah sebagai pelajaran yang bersifat umum, dan sebagai petunjuk serta pelajaran untuk orang yang bertaqwa secara khusus.[7]
                Hudan wa mau’idhahtun lilmuttaqin, hudan berarti petunjuk bagi manusia dari kesesatan dan mengarahkan kepada manusia menuju agama yang lurus, mau’idhah adalah suatu pelajaran yang menyerukan manusia menuju ketaatan dan ketaqwaan. Kepada Allah[8]
                Al-qur’an secara nyata berisi tentang penjelasan dan penerangan serta syariat bagi segenap manusia yang beriman kepadanya (al-Qur’an), juga menjadi pedoman, pegangan dan pengajaran bagi para mu’min yang mampu mengambil pelajaran, manfaat, sebagai bahan petunjuk[9] dari berbagai aspek dan demensi kehidupan menuju pada arahan hidup yang sebenarnya, suapaya tercapai kehidupan yang sempurna di dunia dan akhirat.
                Al-Qur’an menunjukkan kepada manusia (mukmin) dalam masalah-masalah peperangan agar memperhatikan beberapa kadar persiapan, di antaranya bersungguh-sungguh menyiapkan perbekalan, mempelajari keadaan musuh, lalu menyiapkan langkah dan strategi yang perlu diambil.  Hal ini dilakukan supaya peperangan yang akan dihadapi bisa lebih terarah dan mendapatkan kemenangan.[10]
               
2.  Surat Ali Imron Ayat 139

وَلاَ تَهِنُوا وَلاَ تَحْزَنُوا وَأَنتُمُ الأَعْلَوْنَ إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ ﴿ ال عمران 139﴾

مُّؤْمِنِينَ
إِن كُنتُم
الأَعْلَوْنَ
وَأَنتُمُ
وَلاَ تَحْزَنُوا
وَلاَ تَهِنُوا
orang-orang yang beriman
jika kamu
orang-orang yang paling tinggi (derajatnya)
padahal kamulah
dan janganlah kamu bersedih hati
Janganlah kamu bersikap lemah

Artinya : Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman. (Ali Imron :139).

Wa la tahinuu wa tahzanuu, maksudnya janganlah kalian lemah di dalam memerangi orang fafir dan jaganlah kalian pula bersedih hati atas suatu musibah yang menimpa diri kalian.[11] Penderitaan dan peperangan janganlah menjadikan kalian menjadi lemah dan bergundah hati terhadap apa-apa yang hilang dari dirimu.[12]
Wa antum al-A’launa, orang mu’min yang mampu mengalahkan mereka, artinya kalimat ini mengandung unsur kabar gembira, bahwa para mu’min kelak akan akan mendapat kemenangan dalam peperangan itu.[13]
Inkuntum mu’minin, jika engkau itu benar-benar orang yang membenarkan segala hal yang datangnya dari Nabi saw.[14] Artinya jika mereka orang mu’min sejati tentu tidak meragukan segala hal yang telah ditetapkan oleh Nabi saw.
                Dalam ayat ini Allah lebih memberi ketegasan kepada para mukmin supaya tidak lemah dan gundah hati dalam kalah perang, sebab kejadian yang terjadi merupakan suatu pelajaran yang bisa dijadikan bahan referensi, supaya  para mukmin lebih memperhatikan sunnah Allah, yaitu mereka (mukmin) hendaknya lebih menyiapkan perbekalan yang cukup dan disertai semangat yang membara serta tetap bertawakal kepada Allah.
                Kegundahan dan kesedihan dari kekalahan tidak mencitrakan seorang mu’min sejati sehingga Allah melarang mukmin memiliki sifat tersebut. Umat mukmin merupakan umat yang memiliki sifat yang mulya, maka tidak pantas jika para mukmin lemah dan gundah hati.
                Larangan Allah untuk para mukmin supaya tidak lemah dan gundah hati sebab Allah akan memberi kabar gembira kepada para mukmin, bahwa mereka akan mendapat kemenangan dalam peperangan selanjutnya, hal ini tercermin dengan firmannya (wa antum a’launa).[15]
                Adapun munasabah (hubungan) dengan ayat sebelumnya bahwa Allah menggambarkan tetang sunahnya (ketentuannya), hal ini sering disebut dalam al-Qur’an[16].  Apabila manusia melaksanakan dan memperhatikan sunah Allah maka dia akan mendapat kemenangan walaupun dia bukan mukmin, dan apabila seseorang tidak menghiraukan sunah Allah tersebut maka dia akan mendapat kerugian, walaupun dia seorang mukmin yang shiddiq.  Hal ini benar telah terjadi pada perang Uhud, dimana para muslimin mendapat kehancuran dan para musyrikin dapat menjerumuskan Nabi ke dalam lobang.[17]
                Adapun hubungan dengan ayat ke 138 dan 139 dengan ayat sebelumnya ini adalah dengan kejadian tersebut para mukmin disuruh banyak belajar dari kejadian itu, dan bisa mengambil pelajarannya supaya tidak mengalami kekalahan lagi.


3.  Surat al-Fath Ayat 29

مُّحَمَّدٌ رَّسُولُ اللَّهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاء عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاء بَيْنَهُمْ تَرَاهُمْ رُكَّعاً سُجَّداً يَبْتَغُونَ فَضْلاً مِّنَ اللَّهِ وَرِضْوَاناً سِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِم مِّنْ أَثَرِ السُّجُودِ ذَلِكَ مَثَلُهُمْ فِي التَّوْرَاةِ وَمَثَلُهُمْ فِي الْإِنجِيلِ كَزَرْعٍ أَخْرَجَ شَطْأَهُ فَآزَرَهُ فَاسْتَغْلَظَ فَاسْتَوَى عَلَى سُوقِهِ يُعْجِبُ الزُّرَّاعَ لِيَغِيظَ بِهِمُ الْكُفَّارَ وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ مِنْهُم مَّغْفِرَةً وَأَجْراً عَظِيماً ﴿٢٩﴾

أَشِدَّاء
مَعَهُ
وَالَّذِينَ
اللَّهِ
رَّسُولُ
مُّحَمَّدٌ
keras
bersama dengan dia
dan orang-orang yang
Allah
adalah utusan
Muhammad
سُجَّداً
رُكَّعاً
تَرَاهُمْ
بَيْنَهُمْ
رُحَمَاء
عَلَى الْكُفَّارِ
sujud
ruku`
kamu lihat mereka
sesama mereka
berkasih sayang
terhadap orang-orang kafir
سِيمَاهُمْ
وَرِضْوَانا
اللَّهِ
مِّنَ
فَضْلاً
يَبْتَغُونَ
tampak
dan keridhaan
Allah
dari
karunia
Mereka mencari
ً فِي التَّوْرَاةِ
مَثَلُهُمْ
ذَلِكَ
السُّجُودِ
مِّنْ أَثَرِ
فِي وُجُوهِهِم
Di dalam
Perumpamaan mereka
Demikianlah
Sujud
dari bekas
pada muka mereka
فَآزَرَهُ
شَطْأَهُ
أَخْرَجَ
كَزَرْعٍ
فِي الْإِنجِيلِ
وَمَثَلُهُمْ
Maka ia menguatkan
tunasnya
mengeluarkan
Seperti tanaman
Di dalam Injil
Dan perumpamaan mereka
لِيَغِيظَ بِهِمُ
الزُّرَّاعَ
يُعْجِبُ
عَلَى سُوقِهِ
فَاسْتَوَى
فَاسْتَغْلَظَ
Karena ia hendak menjengkel-kan kepada mereka
Penanam-penanam
Mengagum-
kan
Atas batangnya
Maka ia tegakkan
Lalu ia menjadi besar
الصَّالِحَاتِ
وَعَمِلُوا
آمَنُوا
الَّذِينَ
وَعَدَ اللَّهُ
الْكُفَّارَ
saleh
Dan beramal
Mereka beriman
Orang-orang yang
Allah telah menjanjikan
Orang-orang kafir


عَظِيماً
وَأَجْراً
مَّغْفِرَةً
مِنْهُم


Yang besar
Dan pahala
ampunan
Diantara mereka


Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka, kamu lihat mereka ruku` dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mu'min). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar. (al-Fath :29)

Muhammad Rasul Allahi, Sesungguhnya Muhammad saw. bin ‘Abdullah adalah utusan Allah yang sah, eksistensinya tidak dapat diragukan oleh orang mukmin, walaupun orang-orang kafir selalu mengingkarinya.[18]
Wal ladziina ma’ahu asyidda ‘alal kuffari ruhama bainahum, para sahabat rasul Muhammad saw. yang berada bersamanya adalah orang-orang yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir dan para sahabat Nabi saw. selalu bersikap lunak dan lemah lembut kepada para sahabat yang lain (mereka saling menyanyangi). [19]
Taraahum rukka’an sujjaday yabtaghuuna fadhlam minallahi wa ridhwaanan, para sahabat Nabi saw. adalah ahli ibadah, tatkala mereka melaksanakan ibadah shalat, mereka sangat khusu’ dan tulus ikhlas serta hanya mengharap ridha Allah swt. Serta mencari keutamaan di sisi-Nya. [20]
Siimaahum fii wujuuhihim min atsaris sujuudi,  para sahabat Nabi saw. memiliki tanda pada muka mereka dari bekas sujud mereka.  Maksud dari tanda disini adalah ketenangan jiwa, kelembutan budi pakerti, khusyu’ dan saling menyayangi sesamanya. [21]
Dzalika matsaluhum fit tauraati wa matsaluhum fil injiil, sifat para sahabat Nabi saw. telah Allah terangkan cirri-cirinya di dalam kitab Taurat dan Injil. [22]
Kazar’in akhraja syaththahuu fa aazahuu fastaghlazha fas tawaa ‘alaa suuqihii yu’jibuz zurra’a, Para sahabat rasul saw. oleh al-Qur’an (Allah) diibaratkan bagaikan dengan penuh keindahan.  Hal ini diawali dengan adanya da’wah Rasul Muhammad saw. yang kemudian diterima oleh penduduk Makkah.  Dengan penuh kegigihan rasul Allah berda’wah sehingga penduduk Makkah mengimani Nabi saw.  bergesernya waktu secara berangsur-angsur para pengikut Nabi saw. (sahabat) kian lama kian bertambah banyak, sehingga menjaadi satu kekuatan yang tak dapat dianggap remeh oleh penentangnya.  Kejadian inilah digambarkan oleh Allah swt. bagaikan satu biji bibit yang mengeluarkan batangnya, kemudian dari batang tersebut mengeluarkan tunas yang bercabang-cabang yang banyak dan menakjubkan orang-orang yang menanamnya, sebab karena jumlahnya yang banyak dan kuat serta indah. [23]
Li yaghiizha bihimul kuffaara, Allah memperbanyak jumlah orang-orang muslim, sehingga orang-orang kafir menjadi panas (jengkel) hatinya. Hal ini terjadi sebab Allah ingin membuat orang-orang kafir menjadi panas hatinya. [24]
Wa ‘adallahul ladziina aamanuu wa ‘amilush shaalihaati minhum maghfirataw wa ajran ‘azhiimaa, Allah telah menjanjikan kepada Nabi Muhammad saw. dan para sahabatnya yang beriman dan beramal shalih, dengan memberikan ampunan dosa, memberikan pahala yang banyak dan akan memasukkan mereka ke dalam surga.  Janji Allah ini benar dan akan terbukti. [25]
Dalam ayat ini Allah menerangkan keadaan Nabi Muhammad saw. dan seluruh umatnya.  Allah mensifati mereka dengan keragaman sifat yang menjadikan mereka menjadi umat yang dapat mengendalikan bangsa-bangsa dan roda kehidupan di dunia ini serta mempunya pemerintahan (kekuasaan) yang amat luas.
Adapun di antara sifat sahabat (umatnya Nabi saw.) ialah berlaku keras terhadap orang yang menyalahi agama mereka, dan berlaku lemah lembut terhadap sesamanya.  Hal ini tercermin dalam beberapa surat di dalam al-Qur’an.
“Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mu'min, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui”.
(al-Maidah : 54)
“Hai orang-orang yang beriman, perangilah orang-orang kafir yang di sekitar kamu itu, dan hendaklah mereka menemui kekerasan daripadamu, dan ketahuilah, bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa.” (at-Taubah : 123)
Mereka (sahabat Nabi) tekum melaksanakan ibadah (shalat) dan ikhlas hanya mengharap ridha Allah swt.  mereka memiliki tanda-tanda pada wajah mereka.  Sebagaimana Nabi saw. bersabda :”Barang siapa membanyakkan shalat di malam hari maka wajahnya akan bersinar di siang hari”.[26] Hal ini hanya diketahui oleh orang-orang yang memiliki ilmu pengetahuan yang luas. 
Kitab Taurat dan Injil menggambarkan mereka seperti perkembangan tumbuh-tumbuhan yang penuh keindahan, yakni awalnya kelihatan kecil dan tida berdaya, akan tetapi berangsur-angsur menjadi pohon besar yang rindang dan bertiunas serta bercabang banyak.[27]  Sehingga sedikit demi sedikit memiliki jumlah yang banyak.  Mereka menyeru kepada amar ma’ruf nahi munkar.[28]

D.  Hikmah-hikmah Ayat Al-Qur’an Tentang Tujuan Pendidikan
                Dari uraian penafsiran ayat-ayat yang tersebut di atas, penulis merumuskan beberapa hikmah yang terkandung dalam ayat-ayat tersebut sebagai berikut :
  1. Kejadian yang menimpa Nabi Muhammad saw. dan para  para sahabatnya, menjadi satu pelajaran bahwa, menusia tidak cukup hanya dengan beriman dan bertawakal, akan tetapi manusia (muslim) harus banyak belajar untuk mensukseskan tujuan dari sebuah perencanaan ke depan, sebab Allah sudah menteapkan sunah-sunahnya dalam hidup di dunia ini, sebagai ujian untuk mencapai derajat muttaqin.
  2. Keadaan  (kalah perang) sebagaimana di alami oleh Nabi dan para sahabatnya yang selanjutnya mereka dilarang untuk tidak lemah dan gundah hati, merupakan salah satu pelajaran untuk muslim sekarang.  Kegagalan dalam setiap cita-cita janganlah membuat para mukmin bersedih hati, akan tetapi dari kegagalan tersebut harus dijadikan pelajaran yang berharga.  Dengan memperhatikan kejadian atau kegagalan harus menjadi satu bahan referensi, supaya dalam melangkah ke depan mukmin tidak lagi mengalami kegagalan.
  3. Sebagai mukmin yang telah mengikrarkan diri taat kepada Allah dan Rasulnya, harus memiliki komitmen sejati, di antara komitmen tersebut adalah :
Pertama, harus selalu bersikap kritis terhadap segala bentuk pendidikan yang mengarah pada kekafiran atau sesuatu yang di identifikasi akan membawa dampak kekafiran pada setiap sudut pendidikan. Konsep-konsep pendidikan baru harus selalu disiapkan oleh para muslim untuk menghadang system pendidikan kekafiran yang menjelma di masyarakat.  Hal ini tercermin dengan sikap para sahabat Nabi saw. yang selalu bersikap keras terhadap orang kafir (karakter kafir) dan segala hal yang dibawa oleh atau disampaikan orang kafir.
Kedua, sikap lembut harus selalu muslim tampakkan di hadapan sahabat-sahabatnya, sebagaimana telah dicontohkan oleh para sahabat Nabi saw.  di saat para muslim melaksanakan da’wah.  Dengan kelembutan disertai metode pendidikan da’wah yang tepat, maka sedikit-demi sedikit akan menambah umat, sehingga kekuatan akan bertambah.  Setelah kekuatan (kekuatan Ilmu dan Pendidikan) muslim ssetelah bertambah akan menjadikan umat Islam ini menjadi umat yang tangguh dalam menghadapi segala bentuk kekafiran di jagat ini.   Hal ini tercermin dengan adanya keterangan ayat Al-Qur’an yang menggambarkan keadaan mereka (sahabat) Nabi yang kian lama kian bertambah dan terus bertambah yang diibaratkan bagai satu benih  yang ditanam kemudian menghasilkan tunas dan batang yang banyak dan kuat.
4.  Allah menjanjikan kepada para mukmin akan diberi ampunan dan pahala yang besar, hal ini memiliki indikasi bahwa, jumlah kuantitas muslim yang banyak tanpa didampingi ketaqwaan kepada Allah serta pendidikan yang cukup akan membuat para mukmin akan lemah bagai buih di lautan, sebab keimanan seseorang itu tidak akan sempurna jika tanpa didampingi pendidikan yang memadai, maka setiap muslim harus selalu mengasah pendidikannya supaya tercapai maksud yang diinginkannya, baik di dunia maupun di akhirat, yang intinya ampunan Allah dan pahala besar tersebut tidak akan pernah diterima oleh mukmin, jika tidak berusaha memperbaiki diri dengan mengasah pendidikan agamanya.

E.  Kesimpulan
Dari uraian dan penjelasan di atas, pemakalah menyimpulkan :
2.       Tujuan utama dalam pendidikan Islam adalah membentuk pribadi muslim yang sadar akan tujuan asal mula penciptaannya, yaitu sebagai abid (hamba). Sehingga dalam melaksanakan proses pendidikan, baik dari sisi pendidik atau anak didik, harus didasari sebagai pengabdian kepada Allah SWT semata, selain itu dalam setiap gerak langkahnya selalu bertujuan memperoleh ridho dari Yang Maha Kuasa. Kejadian masa lampau harus dijadikan pelajaran penting untuk meningkatkan nilai-nilai kekafahan diri.
3.       Pendidikan Islam mempunyai misi membentuk kader-kader khalifah fil ardl yang mempunyai sifat-sifat terpuji seperti amanah, jujur, kuat jasmani dan mempunyai pengetahuan yang luas dalam berbagai bidang. Diharapkan akan terbentuk muslim yang mampu mengemban tugas sebagai pembawa kemakmuran di bumi dan “Rahmatan Lil Alamin“.  Batu sandungan yang menghadang tidak boleh menjadikan mukmin lemah dan gundah hati, sebab setiap kejadian merupakan sunnatallah.
4.       Secara umum tujuan pendidikan Islam adalah membentuk manusia yang sehat jasmani dan rohani serta moral yang tinggi, untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akherat, baik sebagai makhluk individu maupun sebagai anggota masyarakat.  Pembentukan manusia sebagai kader mukmin sejati harus memiliki komitmen untuk jihad (kritis) terhadap segala kemungkaran, serta selalu menjunjung tinggi nilai-nilai da’wah dan kebersamaan, yang tidak dibatasi dengan segala bentuk perbedaan yang berdampak negatif (kehancuran umat Islam)
Wallahu ‘alam bisshowab








DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an Al-Karim
Al-Maraghi, Ahmad Musthafa, Tafsir al-Maraghi, Birut : Dar al-fikr, 2006, t.cet.
Al-Mascaty, Hilmi Bakar, Membangun Kembali Sistem Pendidikan Kaum Muslimin, t.tp, tp, t.th., t.cet.
Al-Zuhaili,  Wahbah,  Tafsir al-Munir,  Damaskus :  Dar al-Fikr,  1991,  cet ke-1
Ash-Shiddiqy, Teungku Muhammad Hasbi, Tafsir al-Qur’anul Majid an-Nur, Jakarta ; C.V Rizky Grafis, 1995, cet., ke-2
At-Thabari,  Ibnu  Jarir,  Jami’ al-Bayan,  Bairut :  Dar al-Fikr,  2001,  t.cet.
Depatemen Agama RI., Al-Qur’an Terjemah Perkata,  Jakarta : Sigma, 2010, t.cet
Hasan Tholib, Dasar-dasar Pendidikan,  Jakarta : Studia Press, 2009, cet, ke3
Ibnu Kasir,  Tafsir al-Qur’an al-‘adzim,  Kairo :  Dar al-Hadis,  2002,  t.cet.
Mahalli, as-Suyuti, Tafsir al-Qur’an al-‘Adzim, Bairut : Dar al-Fikr, 1991, t.cet.



[1] Pada hakikatnya dalam memahami pengertian pendidikan, terlebih dahulu perlu diketahui dua dua istilah dalam dunia pendidikan yaitu Pedagogi yang berarti "pendidikan" dan Pedagogia yang artinya "Ilmu Pendidikan". Istilah ini berasal dari bahasa Yunani "Pedagogia" (Paedos dan Agoge) yang berarti "saya membimbing, memimpin anak". Berdasar-kan asal kata tersebut, maka pendidikan memiliki pengertian "Seorang yang tugasnya membimbing anak di dalam pertumbuhannya kepada arah berdiri sendiri serta bertanggung jawab".

Dalam kamus pendidikan, pengertian pendidikan dapat dijelaskan sebagai berikut:
a.        Kumpulan dari semua proses yang memunglankaii. seseorang untux mengembangkan kemampuan dan sikap-sikap seita bentuk-bentuk tingkah laku yang bernilai positif di dalam :nasyarakat dimana dil hidup.
b.        Proses sosial dimana orang dihadapkar pada pengaruh lingkungan yang terpilih dan terkontrol (khusus di lingkuigan sekolah),sehingga mereka dapat memperoleh kemampuan sosial den perkembangan individu yang optimum.

[2] Berikut beberapa pendapat para ahli tentang pengertian pendidikan, . diantaranya:
1.  Carter V. Good dalam "Dictionary of Education" dijelaskan bahwa pen­didikan adalah:
a.        Seni, praktek atau profesi sebagai pengajar.
b.        Ilmu yang sistematis atau pengajaran yang berhubungan dengan prinsip-prinsip dan metode-metode mengajar, pengawasan dan bimbingan murid, dalam arti luas digantikan dengan istilah pendidik,
Menurut Carter, pendidikan berarti : Proses perkembangan pribadi, Proses social, Professional cources dan Seni untuk membuat dan memahami ilmu pengetehuan yang tersusun yang di kembangkan masa lampau oleh tiap generasi bangsa.
2.        Dalam buku "Higher Education for American Deiriocration", pendidikan adalah suatu lembaga dalam tiap-tiap masyara.kat yang beradab, tetapi tujuan pendidikan tidaklah sama dalam sel;iap masyarakat sistem pendidikan suatu masyarakat dan tujuaii pendidikcnnya didasarkan atas prinsip, cita-cita dan filsafat yang berlaku dalam suatu masyarakat.
3.        Prof. Richey dalam buku "Planing for teaching an Introduction to Education" menjelaskan hakikat Pendidikan adalah suatu proses yang lebih luas daripada proses yang berlangsung di dalam sekolah saja. Pendidikan adalah suatu aktivitas sosial y.mg esensial yang memungkinkan masyarakat yang kompleks, modern, fungsi pendidikan ini mengalami proses spesialisasi dan melembaga dengan pendidikan formal, yang tetap berhubungan dengan proses pendidikan informal di luar sekoah.
4.        Prof. Lodge dalam buku "Philosophy of Education" menulis: "Perkataan pendidikan dipakai kadang-kadang dalam pengertian yang lebih luas, kadang-kadang dalam arti yang lebili sempit. Dalam pengertian yang lebih luas, semua pengalaman dapat dikatakan sebagai peididikan. Seorang anak mendidik orang tuaaya, seperti pula halnya seorang murid mendidik gurunya, bahkan seekor anjing mendidik tuanya. Segala sesuatu yang kita katakan pikiran atau kerjakan mendidik kita, tidak berbeda dengan apa yang dikatakan atau dilakukan sesuatu kepada kita, baik dari benda-benda hidup ataupun benda mati. Dalam pengertian yang lebih luas "hidup adalah pendidikan dan pendidikan adalah hidup".
5.        Brubacher dalam bukunya "Modern, Phyhiophie:,, Education" dinyatakan sebagai berikut pendidikan adalah proses timbal-balik dari tiap pribadi manusia dalam penyesuaian dirinya dangan alam, dengan teman dan dengan alam semesta.
6.        Menurut Langeveld, Pendidikan adalah setiap usaha, pengaruh, perlindungan dan bantuan yang diberikan kepada arah tertuju kepada pendewasaan anak itu atau membantu agar cukup cakap melaksanakan tugas hidupnya sendiri. Pengaruh itu datangnya dari orang dewasa (atau yang diciptakan oleh orang dewasa seperti sekolah, buku, putaran hidup sehari-hari, dan sebagainya) dan ditujukan kepada orang yang belum dewasa.
7.        John Dewey memandang pendidikan sebagai proses pembentukan kecakapan fundamental secara intelektual dan emosional sesama manusia.
Menurut J.J. Rousseau Pendidikan adalaa memberi kita perbekalan yang tidak ada pada masa anak-anak, akan tetapi kita membutuhkannya pada waktu dewasa.
[3] Hasan Tholib, Dasar-dasar Pendidikan, ( Jakarta : Studia Press, 2009), cet, ke3,  h.8-9
[4] At-Thabari,  Ibnu  Jarir,  Jami’ al-Bayan,  (Bairut :  Dar al-Fikr,  2001),  t.cet., Jilid 2, h.123
[5] Mahalli, as-Suyuti, Tafsir al-Qur’an al-‘Adzim, (Bairut : Dar al-Fikr, 1991), t.cet., h.56
[6] Ibnu Kasir,  Tafsir al-Qur’an al-‘adzim,  (Kairo :  Dar al-Hadis,  2002),  t.cet., Jilid 2, h.140
[7] At-Thabari,  Ibnu  Jarir,  Jami’ al-Bayan,  (Bairut :  Dar al-Fikr,  2001),  t.cet, Jilid 2, h.123
[8] Al-Zuhaili,  Wahbah,  Tafsir al-Munir,  Damaskus :  Dar al-Fikr,  1991,  cet ke-1, Jilid 2, h.96, Lihat, At-Thabari,  Ibnu  Jarir,  Jami’ al-Bayan,  (Bairut :  Dar al-Fikr,  2001),  t.cet, Jilid 2, h.123
[9] Petunjuk Allah bisa diperhatikan pada surat al-Baqarah ayat 2 :”Ini adalah kitab al-Qur’an tidak ada keraguan di dalamnya (al-Qur’an) sebagai petunjuk bagi orang yang bertaqwa”.
[10] Al-Maraghi, Ahmad Musthafa, Tafsir al-Maraghi, (Birut : Dar al-fikr, 2006), t.cet., Jilid 2, h. 45;  Ash-Shiddiqy, Teungku Muhammad Hasbi, Tafsir al-Qur’anul Majid an-Nur, (Jakarta ; C.V Rizky Grafis, 1995), cet., ke-2Jilid 2, h. 676
[11] Mahalli, as-Suyuti, Tafsir al-Qur’an al-‘Adzim, (Bairut : Dar al-Fikr, 1991), t.cet., h.56 ; At-Thabari,  Ibnu  Jarir,  Jami’ al-Bayan,  (Bairut :  Dar al-Fikr,  2001),  t.cet, Jilid 2, h.125
[12] Ash-Shiddiqy, Teungku Muhammad Hasbi, Tafsir al-Qur’anul Majid an-Nur, (Jakarta ; C.V Rizky Grafis, 1995), cet., ke-2, Jilid 1, h.676
[13] Ash-Shiddiqy, Teungku Muhammad Hasbi, Tafsir al-Qur’anul Majid an-Nur, (Jakarta ; C.V Rizky Grafis, 1995), cet., ke-2, Jilid 1, h.676
[14] At-Thabari,  Ibnu  Jarir,  Jami’ al-Bayan,  (Bairut :  Dar al-Fikr,  2001),  t.cet,  Jilid 2, h.125
[15] Ash-Shiddiqy, Teungku Muhammad Hasbi, Tafsir al-Qur’anul Majid an-Nur, (Jakarta ; C.V Rizky Grafis, 1995), cet., ke-2, Jilid 2, h.676
[16] Perhatikan, Ali Imran : 137, al-Anfal : 38,  al-Ahzab : 38 dan 62, Fathir : 43, dan Ghafir : 85
[17] Al-Zuhaili,  Wahbah,  Tafsir al-Munir,  Damaskus :  Dar al-Fikr,  1991,  cet ke-1, Jilid 2, h.98
[18] Lihat, Al-Zuhaili,  Wahbah,  Tafsir al-Munir,  Damaskus :  Dar al-Fikr,  1991,  cet ke-1, Jilid 12, h.206 At-Thabari,  Ibnu  Jarir,  Jami’ al-Bayan,  (Bairut :  Dar al-Fikr,  2001),  t.cet., Jilid 10, h.128
[19] Ash-Shiddiqy, Teungku Muhammad Hasbi, Tafsir al-Qur’anul Majid an-Nur, (Jakarta ; C.V Rizky Grafis, 1995), cet., ke-2, Jilid 5, h. 3772; Lihat, At-Thabari,  Ibnu  Jarir,  Jami’ al-Bayan,  (Bairut :  Dar al-Fikr,  2001),  t.cet., Jilid 10, h.129
[20] Lihat, At-Thabari,  Ibnu  Jarir,  Jami’ al-Bayan,  (Bairut :  Dar al-Fikr,  2001),  t.cet., Jilid 10, h.130; Ash-Shiddiqy, Teungku Muhammad Hasbi, Tafsir al-Qur’anul Majid an-Nur, (Jakarta ; C.V Rizky Grafis, 1995), cet., ke-2,  Jilid 5, h. 3773
[21] Lihat, Ash-Shiddiqy, Teungku Muhammad Hasbi, Tafsir al-Qur’anul Majid an-Nur, (Jakarta ; C.V Rizky Grafis, 1995), cet., ke-2, Jilid 5, h. 3772;  ath-Thabari, Jilid 10, h.131
[22] Lihat, At-Thabari,  Ibnu  Jarir,  Jami’ al-Bayan,  (Bairut :  Dar al-Fikr,  2001),  t.cet., Jilid 10, h.132;  Ibnu Kasir,  Tafsir al-Qur’an al-‘adzim,  (Kairo :  Dar al-Hadis,  2002),  t.cet., Jilid, 7 h.365
[23] Lihat, At-Thabari,  Ibnu  Jarir,  Jami’ al-Bayan,  (Bairut :  Dar al-Fikr,  2001),  t.cet., Jilid 10, h.122;  Hasbi jilid 5, h. 3773;  Ibnu Kasir,  Tafsir al-Qur’an al-‘adzim,  (Kairo :  Dar al-Hadis,  2002),  t.cet., Jilid, 7 h.365
                [24] Lihat, At-Thabari,  Ibnu  Jarir,  Jami’ al-Bayan,  (Bairut :  Dar al-Fikr,  2001),  t.cet., Jilid 10, h.123; Hasbi jilid 5, h. 3773
[25] Lihat, At-Thabari,  Ibnu  Jarir,  Jami’ al-Bayan,  (Bairut :  Dar al-Fikr,  2001),  t.cet., Jilid 10, h.35;  Ash-Shiddiqy, Teungku Muhammad Hasbi, Tafsir al-Qur’anul Majid an-Nur, (Jakarta ; C.V Rizky Grafis, 1995), cet., ke-2, Jilid 5, h. 3774;  Ibnu Kasir,  Tafsir al-Qur’an al-‘adzim,  (Kairo :  Dar al-Hadis,  2002),  t.cet., Jilid, 7,  h.366
[26] Ibnu Kasir,  Tafsir al-Qur’an al-‘adzim,  (Kairo :  Dar al-Hadis,  2002),  t.cet., Jilid 7, h.364
[27] Ibnu Kasir,  Tafsir al-Qur’an al-‘adzim,  (Kairo :  Dar al-Hadis,  2002),  t.cet., Jilid 7, h.366
[28] Ash-Shiddiqy, Teungku Muhammad Hasbi, Tafsir al-Qur’anul Majid an-Nur, (Jakarta ; C.V Rizky Grafis, 1995), cet., ke-2, Jilid 5, h. 3774