(Studi Tafsir Al-Qur’an)
A. PENDAHULUAN
Islam sangat mementingkan pendidikan.[1]
Dengan pendidikan yang benar dan berkualitas, individu-individu yang beradab
akan terbentuk yang akhirnya memunculkan kehidupan sosial yang bermoral.
Sayangnya, sekalipun institusi-institusi pendidikan saat ini memiliki kualitas
dan fasilitas, namun institusi-institusi tersebut masih belum memproduksi
individu-individu yang beradab. Sebabnya, visi dan misi pendidikan yang
mengarah kepada terbentuknya manusia yang beradab, terabaikan dalam tujuan
institusi pendidikan.[2]
Penekanan kepada pentingnya anak
didik supaya hidup dengan nilai-nilai kebaikan, spiritual dan moralitas seperti
terabaikan. Bahkan kondisi sebaliknya yang terjadi. Saat ini, banyak institusi
pendidikan telah berubah menjadi industri bisnis, yang memiliki visi dan misi
yang pragmatis. Pendidikan diarahkan untuk melahirkan individu-individu
pragmatis yang bekerja untuk meraih kesuksesan materi dan profesi sosial yang
akan memakmuran diri, perusahaan dan Negara. Pendidikan dipandang secara
ekonomis dan dianggap sebagai sebuah investasi. Gelar dianggap sebagai tujuan
utama, ingin segera dan secepatnya diraih supaya modal yang selama ini
dikeluarkan akan menuai keuntungan. Sistem pendidikan seperti ini sekalipun
akan memproduksi anak didik yang memiliki status pendidikan yang tinggi, namun
status tersebut tidak akan menjadikan mereka sebagai individu-individu yang
beradab. Pendidikan yang bertujuan pragmatis dan ekonomis sebenarnya merupakan
pengaruh dari paradigma pendidikan Barat yang sekular.
Dalam budaya Barat sekular,
tingginya pendidikan seseorang tidak berkorespondensi dengan kebaikan dan
kebahagiaan individu yang bersangkutan. Dampak dari hegemoni pendidikan Barat
terhadap kaum Muslimin adalah banyaknya dari kalangan Muslim memiliki
pendidikan yang tinggi, namun dalam kehidupan nyata, mereka belum menjadi
Muslim-Muslim yang baik dan berbahagia. Masih ada kesenjangan antara tingginya
gelar pendidikan yang diraih dengan rendahnya moral serta akhlak kehidupan
Muslim. Ini terjadi disebabkan visi dan misi pendidikan yang pragmatis.
Sebenarnya, agama Islam memiliki tujuan yang lebih komprehensif dan integratif
dibanding dengan sistem pendidikan sekular yang semata-mata menghasilkan para
anak didik yang memiliki paradigma yang pragmatis.
Dalam makalah ini penulis
berusaha menggali dan mendeskripsikan tujuan pendidikan dalam Islam secara
induktif dengan melihat dalil-dalil naqli yang sudah ada dalam al-Qur’an maupun
al-Hadits, juga memadukannya dalam konteks kebutuhan dari masyarakat secara
umum dalam pendidikan, sehingga diharapkan tujuan pendidikan dalam Islam dapat
diaplikasikan pada wacana dan realita kekinian dan sebagai salah satu solusi
menghadapi tekanan pengaruh glabalisasi.
B. Konsep Tujuan Pendidikan
Pendidikan adalah suatu proses untuk mencapai tujuan
yang telah dirumuskan sebelumnya. Tujuan pendidikan akan menentukan ke arah
mana peserta didik itu dibawa. Secara umum, tujuan pendidikan membantu
perkembangan anak untuk mencapai tingkat kedewasaan, baik kedewasaan biologis
maupun kedewasaan pedagogis.
Di bawah ini beberapa pendapat para ahli mengenai
Tujuan Pendidikan, diantaranya:[3]
1. Prof. Zahara Idris, M.A. memandang
tujuan pendidikan adalah dalam rangka memberikan bantuan terhadap perkembangan
anak seutuhnya supaya dapat mengambangkan potensi fisik, emosi, sikap, moral,
pengetahuan dan keterampilan semaksimal mungkin agar menjadi manusia dewasa.
2. Menurut M. Noer Syam, tujuan pendidikan
pada hakekatnya agar seseorang mempunyai kepribadian yang sesuai dengan
nilai-nilai di dalam masyarakat dan kebudayaan.
3. Tujuan pendidikan menurut Ki Hajai
Dewantoro adalah agar anak sebagai manusia dan anggota masyarakat dapat
mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya.
4. Spencer memandang tujuan pendidikan
adalah sebagai berikut :
a. Self Preservation. Manusia harus hidup sebagai makhluk; menjaga diri
terhadap bahaya, penyakit dan musuh-musuh lainaya.
b. Securing the Necessities of Life. Manusia harus berusaha dan bekerja untuk mencari
nafkah dalam bidang kehidupan
c.
Rearing
of Family. Harus sanggup
memelihara rumah tangga, mengurus dan mendidik anak-aiiak.
d. Maintaining Proper Social and
Political Relationship. Harus
pandai bergaul dan menyesuaikan diri dalam masyarakat dan menjadi seorang warga
negara yang baik.
e.
Enjoying
Leisure Time. Harus pandai
membagi waktu senggang menikmati keindahan dan sebagainya.
5. Al-Abrasi menyatakan bahwa tujuan
pendidikaa udalah untuk:
a. Pembentukan akhlak mulia.
b. Persiapan untuk kehidupan dunia dan
akhirat.
c.
Persiapan
untuk mencari rejeki dan pemeliharaan segi-segi pemanfaatannya.
d. Mempersiapkan para pelajar untuk
propinsi tertentu sehingga ia mudah mencari rezeki.
6. Menurut Al-Ghazali, tujuan pendidikan
adalah beribadah dan taqarub (mendekatkan diri) kepada Allah dan kesempurnaan
insani yang tujuannya kebahagiaan dunia akhirat.
7. Menurut Shaleh Abdul Azis dan Abdul
Majid menyatakan bahwa tujuan pendidikan adalah mendapatkan keridhaan Allah dan
mengusahakan penghidupan.
8. Abdul Fayad mengatakan bahwa pendidikaan
mengarahkan pada dua tujuan, yaitu: pertama, persiapan untuk hidup akhirat dan
yang kedua, membentuk perorangan dengan ilmu pengetahuan dan keterampilan untuk
menunjang kesuksesannya hidup di dunia.
9. Ahmad D
Marimba, tujuan pendidikan Islam adalah; identik dengan tujuan hidup orang
muslim. Tujuan hidup manusia munurut Islam adalah untuk menjadi hamba allah.
Hal ini mengandung implikasi kepercayaan dan penyerahan diri kepada-Nya .
10. Dr. Ali
Ashraf, “tujuan akhir pendidikan Islam adalah manusia yang menyerahkan diri secara
mutlak kepada Allah pada tingkat individu, masyarakat dan kemanusiaan pada
umumnya”.
11. Muhammad
Athiyah al-Abrasy. “the fist and highest goal of Islamic is moral refinment and
spiritual, training” (tujuan pertama dan tertinggi dari pendidikan Islam adalah
kehalusan budi pekerti dan pendidikan jiwa)”
12. Syahminan
Zaini, “Tujuan Pendidikan Islam adalah membentuk manusia yang berjasmani kuat
dan sehat dan trampil, berotak cerdas dan berilmu banyak, berhati tunduk kepada
Allah serta mempunyai semangat kerja yang hebat, disiplin yang tinggi dan
berpendirian teguh”.
C. Tafsir Ayat-Ayat Tentang Tujuan Pendidikan
1. Surat Ali Imron Ayat 138
هَـذَا بَيَانٌ
لِّلنَّاسِ وَهُدًى وَمَوْعِظَةٌ لِّلْمُتَّقِينَ ﴿ ال
عمران 138﴾
لِّلْمُتَّقِينَ
|
وَمَوْعِظَةٌ
|
وَهُدًى
|
لِّلنَّاسِ
|
بَيَانٌ
|
هَـذَا
|
bagi orang-orang yang bertakwa
|
serta pelajaran
|
dan petunjuk
|
bagi seluruh manusia
|
penerangan
|
Ini
(Al Qur'an)
|
(Al Qur'an) ini adalah penerangan bagi seluruh
manusia, dan petunjuk serta pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa. (Ali Imron
: 138)
Hadza bayaanu linnasi , ini maksudnya adalah al-Quran[4]
ini (menjadi penerang bagi manusia) artinya semuanya (dan petunjuk) dari
kesesatan,[5]
yang menisyaratkan kandungan al-Qur’an yang menjelaskan tentang kebenaran semua
perkara yang sungguh telah terjadi pada masa lalu mereka.[6]
Al-Qur’an dijadikan oleh Allah sebagai pelajaran yang bersifat umum, dan
sebagai petunjuk serta pelajaran untuk orang yang bertaqwa secara khusus.[7]
Hudan wa mau’idhahtun
lilmuttaqin, hudan berarti petunjuk bagi manusia dari kesesatan dan
mengarahkan kepada manusia menuju agama yang lurus, mau’idhah adalah suatu
pelajaran yang menyerukan manusia menuju ketaatan dan ketaqwaan. Kepada Allah[8]
Al-qur’an secara nyata berisi
tentang penjelasan dan penerangan serta syariat bagi segenap manusia yang
beriman kepadanya (al-Qur’an), juga menjadi pedoman, pegangan dan pengajaran
bagi para mu’min yang mampu mengambil pelajaran, manfaat, sebagai bahan
petunjuk[9]
dari berbagai aspek dan demensi kehidupan menuju pada arahan hidup yang sebenarnya,
suapaya tercapai kehidupan yang sempurna di dunia dan akhirat.
Al-Qur’an menunjukkan kepada
manusia (mukmin) dalam masalah-masalah peperangan agar memperhatikan beberapa
kadar persiapan, di antaranya bersungguh-sungguh menyiapkan perbekalan, mempelajari
keadaan musuh, lalu menyiapkan langkah dan strategi yang perlu diambil. Hal ini dilakukan supaya peperangan yang akan
dihadapi bisa lebih terarah dan mendapatkan kemenangan.[10]
2. Surat Ali Imron Ayat 139
وَلاَ تَهِنُوا وَلاَ
تَحْزَنُوا وَأَنتُمُ الأَعْلَوْنَ إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ ﴿ ال
عمران 139﴾
مُّؤْمِنِينَ
|
إِن كُنتُم
|
الأَعْلَوْنَ
|
وَأَنتُمُ
|
وَلاَ تَحْزَنُوا
|
وَلاَ تَهِنُوا
|
orang-orang yang beriman
|
jika kamu
|
orang-orang yang paling tinggi (derajatnya)
|
padahal kamulah
|
dan janganlah kamu bersedih hati
|
Janganlah kamu bersikap lemah
|
Artinya : Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah
(pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi
(derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman. (Ali Imron :139).
Wa la tahinuu wa tahzanuu, maksudnya janganlah kalian lemah di dalam memerangi
orang fafir dan jaganlah kalian pula bersedih hati atas suatu musibah yang
menimpa diri kalian.[11] Penderitaan
dan peperangan janganlah menjadikan kalian menjadi lemah dan bergundah hati
terhadap apa-apa yang hilang dari dirimu.[12]
Wa antum al-A’launa, orang mu’min yang mampu mengalahkan mereka, artinya
kalimat ini mengandung unsur kabar gembira, bahwa para mu’min kelak akan akan
mendapat kemenangan dalam peperangan itu.[13]
Inkuntum mu’minin, jika engkau itu benar-benar orang yang membenarkan
segala hal yang datangnya dari Nabi saw.[14]
Artinya jika mereka orang mu’min sejati tentu tidak meragukan segala hal yang
telah ditetapkan oleh Nabi saw.
Dalam ayat ini Allah lebih
memberi ketegasan kepada para mukmin supaya tidak lemah dan gundah hati dalam
kalah perang, sebab kejadian yang terjadi merupakan suatu pelajaran yang bisa
dijadikan bahan referensi, supaya para
mukmin lebih memperhatikan sunnah Allah, yaitu mereka (mukmin) hendaknya lebih
menyiapkan perbekalan yang cukup dan disertai semangat yang membara serta tetap
bertawakal kepada Allah.
Kegundahan dan kesedihan dari
kekalahan tidak mencitrakan seorang mu’min sejati sehingga Allah melarang
mukmin memiliki sifat tersebut. Umat mukmin merupakan umat yang memiliki sifat
yang mulya, maka tidak pantas jika para mukmin lemah dan gundah hati.
Larangan Allah untuk para mukmin
supaya tidak lemah dan gundah hati sebab Allah akan memberi kabar gembira
kepada para mukmin, bahwa mereka akan mendapat kemenangan dalam peperangan
selanjutnya, hal ini tercermin dengan firmannya (wa antum a’launa).[15]
Adapun munasabah (hubungan)
dengan ayat sebelumnya bahwa Allah menggambarkan tetang sunahnya
(ketentuannya), hal ini sering disebut dalam al-Qur’an[16]. Apabila manusia melaksanakan dan
memperhatikan sunah Allah maka dia akan mendapat kemenangan walaupun dia bukan
mukmin, dan apabila seseorang tidak menghiraukan sunah Allah tersebut maka dia
akan mendapat kerugian, walaupun dia seorang mukmin yang shiddiq. Hal ini benar telah terjadi pada perang Uhud,
dimana para muslimin mendapat kehancuran dan para musyrikin dapat menjerumuskan
Nabi ke dalam lobang.[17]
Adapun hubungan dengan ayat ke
138 dan 139 dengan ayat sebelumnya ini adalah dengan kejadian tersebut para
mukmin disuruh banyak belajar dari kejadian itu, dan bisa mengambil
pelajarannya supaya tidak mengalami kekalahan lagi.
3. Surat al-Fath Ayat 29
مُّحَمَّدٌ
رَّسُولُ اللَّهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاء عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاء بَيْنَهُمْ
تَرَاهُمْ رُكَّعاً سُجَّداً يَبْتَغُونَ فَضْلاً مِّنَ اللَّهِ وَرِضْوَاناً
سِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِم مِّنْ أَثَرِ السُّجُودِ ذَلِكَ مَثَلُهُمْ فِي
التَّوْرَاةِ وَمَثَلُهُمْ فِي الْإِنجِيلِ كَزَرْعٍ أَخْرَجَ شَطْأَهُ فَآزَرَهُ
فَاسْتَغْلَظَ فَاسْتَوَى عَلَى سُوقِهِ يُعْجِبُ الزُّرَّاعَ لِيَغِيظَ بِهِمُ
الْكُفَّارَ وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ مِنْهُم
مَّغْفِرَةً وَأَجْراً عَظِيماً ﴿٢٩﴾
أَشِدَّاء
|
مَعَهُ
|
وَالَّذِينَ
|
اللَّهِ
|
رَّسُولُ
|
مُّحَمَّدٌ
|
keras
|
bersama dengan dia
|
dan orang-orang yang
|
Allah
|
adalah utusan
|
Muhammad
|
سُجَّداً
|
رُكَّعاً
|
تَرَاهُمْ
|
بَيْنَهُمْ
|
رُحَمَاء
|
عَلَى الْكُفَّارِ
|
sujud
|
ruku`
|
kamu lihat mereka
|
sesama mereka
|
berkasih sayang
|
terhadap orang-orang kafir
|
سِيمَاهُمْ
|
وَرِضْوَانا
|
اللَّهِ
|
مِّنَ
|
فَضْلاً
|
يَبْتَغُونَ
|
tampak
|
dan keridhaan
|
Allah
|
dari
|
karunia
|
Mereka mencari
|
ً فِي التَّوْرَاةِ
|
مَثَلُهُمْ
|
ذَلِكَ
|
السُّجُودِ
|
مِّنْ أَثَرِ
|
فِي وُجُوهِهِم
|
Di dalam
|
Perumpamaan
mereka
|
Demikianlah
|
Sujud
|
dari bekas
|
pada muka mereka
|
فَآزَرَهُ
|
شَطْأَهُ
|
أَخْرَجَ
|
كَزَرْعٍ
|
فِي الْإِنجِيلِ
|
وَمَثَلُهُمْ
|
Maka ia
menguatkan
|
tunasnya
|
mengeluarkan
|
Seperti tanaman
|
Di dalam
Injil
|
Dan
perumpamaan mereka
|
لِيَغِيظَ بِهِمُ
|
الزُّرَّاعَ
|
يُعْجِبُ
|
عَلَى سُوقِهِ
|
فَاسْتَوَى
|
فَاسْتَغْلَظَ
|
Karena ia
hendak menjengkel-kan kepada mereka
|
Penanam-penanam
|
Mengagum-
kan
|
Atas
batangnya
|
Maka ia
tegakkan
|
Lalu ia
menjadi besar
|
الصَّالِحَاتِ
|
وَعَمِلُوا
|
آمَنُوا
|
الَّذِينَ
|
وَعَدَ اللَّهُ
|
الْكُفَّارَ
|
saleh
|
Dan
beramal
|
Mereka
beriman
|
Orang-orang
yang
|
Allah
telah menjanjikan
|
Orang-orang
kafir
|
|
|
عَظِيماً
|
وَأَجْراً
|
مَّغْفِرَةً
|
مِنْهُم
|
|
|
Yang besar
|
Dan pahala
|
ampunan
|
Diantara
mereka
|
Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang
bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih
sayang sesama mereka, kamu lihat mereka ruku` dan sujud mencari karunia Allah
dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud.
Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil,
yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya maka tunas itu menjadikan
tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya;
tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak
menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mu'min).
Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang
saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar. (al-Fath :29)
Muhammad Rasul Allahi, Sesungguhnya Muhammad saw. bin ‘Abdullah adalah
utusan Allah yang sah, eksistensinya tidak dapat diragukan oleh orang mukmin,
walaupun orang-orang kafir selalu mengingkarinya.[18]
Wal ladziina ma’ahu asyidda ‘alal kuffari ruhama
bainahum, para sahabat rasul
Muhammad saw. yang berada bersamanya adalah orang-orang yang bersikap keras
terhadap orang-orang kafir dan para sahabat Nabi saw. selalu bersikap lunak dan
lemah lembut kepada para sahabat yang lain (mereka saling menyanyangi). [19]
Taraahum rukka’an sujjaday yabtaghuuna fadhlam
minallahi wa ridhwaanan, para
sahabat Nabi saw. adalah ahli ibadah, tatkala mereka melaksanakan ibadah
shalat, mereka sangat khusu’ dan tulus ikhlas serta hanya mengharap ridha Allah
swt. Serta mencari keutamaan di sisi-Nya. [20]
Siimaahum fii wujuuhihim min atsaris sujuudi, para sahabat
Nabi saw. memiliki tanda pada muka mereka dari bekas sujud mereka. Maksud dari tanda disini adalah ketenangan
jiwa, kelembutan budi pakerti, khusyu’ dan saling menyayangi sesamanya. [21]
Dzalika matsaluhum fit tauraati wa matsaluhum fil injiil, sifat para
sahabat Nabi saw. telah Allah terangkan cirri-cirinya di dalam kitab Taurat dan
Injil. [22]
Kazar’in akhraja syaththahuu fa aazahuu fastaghlazha
fas tawaa ‘alaa suuqihii yu’jibuz zurra’a, Para sahabat rasul saw. oleh
al-Qur’an (Allah) diibaratkan bagaikan dengan penuh keindahan. Hal ini diawali dengan adanya da’wah Rasul Muhammad
saw. yang kemudian diterima oleh penduduk Makkah. Dengan penuh kegigihan rasul Allah berda’wah
sehingga penduduk Makkah mengimani Nabi saw.
bergesernya waktu secara berangsur-angsur para pengikut Nabi saw.
(sahabat) kian lama kian bertambah banyak, sehingga menjaadi satu kekuatan yang
tak dapat dianggap remeh oleh penentangnya.
Kejadian inilah digambarkan oleh Allah swt. bagaikan satu biji bibit
yang mengeluarkan batangnya, kemudian dari batang tersebut mengeluarkan tunas
yang bercabang-cabang yang banyak dan menakjubkan orang-orang yang menanamnya,
sebab karena jumlahnya yang banyak dan kuat serta indah. [23]
Li yaghiizha bihimul kuffaara, Allah memperbanyak jumlah orang-orang muslim,
sehingga orang-orang kafir menjadi panas (jengkel) hatinya. Hal ini terjadi
sebab Allah ingin membuat orang-orang kafir menjadi panas hatinya. [24]
Wa ‘adallahul ladziina aamanuu wa ‘amilush shaalihaati
minhum maghfirataw wa ajran ‘azhiimaa, Allah telah menjanjikan kepada Nabi Muhammad saw. dan para sahabatnya
yang beriman dan beramal shalih, dengan memberikan ampunan dosa, memberikan
pahala yang banyak dan akan memasukkan mereka ke dalam surga. Janji Allah ini benar dan akan terbukti. [25]
Dalam ayat ini Allah menerangkan keadaan Nabi Muhammad
saw. dan seluruh umatnya. Allah
mensifati mereka dengan keragaman sifat yang menjadikan mereka menjadi umat
yang dapat mengendalikan bangsa-bangsa dan roda kehidupan di dunia ini serta
mempunya pemerintahan (kekuasaan) yang amat luas.
Adapun di antara sifat sahabat (umatnya Nabi saw.)
ialah berlaku keras terhadap orang yang menyalahi agama mereka, dan berlaku
lemah lembut terhadap sesamanya. Hal ini
tercermin dalam beberapa surat
di dalam al-Qur’an.
“Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara
kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum
yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya, yang bersikap lemah
lembut terhadap orang yang mu'min, yang bersikap keras terhadap orang-orang
kafir, yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang
yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang
dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui”.
(al-Maidah : 54)
“Hai orang-orang yang beriman, perangilah orang-orang
kafir yang di sekitar kamu itu, dan hendaklah mereka menemui kekerasan
daripadamu, dan ketahuilah, bahwasanya Allah beserta orang-orang yang
bertakwa.” (at-Taubah : 123)
Mereka (sahabat Nabi) tekum melaksanakan ibadah
(shalat) dan ikhlas hanya mengharap ridha Allah swt. mereka memiliki tanda-tanda pada wajah
mereka. Sebagaimana Nabi saw. bersabda :”Barang
siapa membanyakkan shalat di malam hari maka wajahnya akan bersinar di siang
hari”.[26]
Hal ini hanya diketahui oleh orang-orang yang memiliki ilmu pengetahuan yang
luas.
Kitab Taurat dan Injil menggambarkan mereka seperti
perkembangan tumbuh-tumbuhan yang penuh keindahan, yakni awalnya kelihatan
kecil dan tida berdaya, akan tetapi berangsur-angsur menjadi pohon besar yang
rindang dan bertiunas serta bercabang banyak.[27] Sehingga sedikit demi sedikit memiliki jumlah
yang banyak. Mereka menyeru kepada amar
ma’ruf nahi munkar.[28]
D. Hikmah-hikmah Ayat Al-Qur’an Tentang Tujuan
Pendidikan
Dari uraian penafsiran ayat-ayat
yang tersebut di atas, penulis merumuskan beberapa hikmah yang terkandung dalam
ayat-ayat tersebut sebagai berikut :
- Kejadian yang menimpa Nabi Muhammad saw. dan para para sahabatnya, menjadi satu pelajaran bahwa, menusia tidak cukup hanya dengan beriman dan bertawakal, akan tetapi manusia (muslim) harus banyak belajar untuk mensukseskan tujuan dari sebuah perencanaan ke depan, sebab Allah sudah menteapkan sunah-sunahnya dalam hidup di dunia ini, sebagai ujian untuk mencapai derajat muttaqin.
- Keadaan (kalah perang) sebagaimana di alami oleh Nabi dan para sahabatnya yang selanjutnya mereka dilarang untuk tidak lemah dan gundah hati, merupakan salah satu pelajaran untuk muslim sekarang. Kegagalan dalam setiap cita-cita janganlah membuat para mukmin bersedih hati, akan tetapi dari kegagalan tersebut harus dijadikan pelajaran yang berharga. Dengan memperhatikan kejadian atau kegagalan harus menjadi satu bahan referensi, supaya dalam melangkah ke depan mukmin tidak lagi mengalami kegagalan.
- Sebagai mukmin yang telah mengikrarkan diri taat kepada Allah dan Rasulnya, harus memiliki komitmen sejati, di antara komitmen tersebut adalah :
Pertama,
harus selalu bersikap kritis terhadap segala bentuk pendidikan yang mengarah
pada kekafiran atau sesuatu yang di identifikasi akan membawa dampak kekafiran
pada setiap sudut pendidikan. Konsep-konsep pendidikan baru harus selalu disiapkan
oleh para muslim untuk menghadang system pendidikan kekafiran yang menjelma di
masyarakat. Hal ini tercermin dengan
sikap para sahabat Nabi saw. yang selalu bersikap keras terhadap orang kafir
(karakter kafir) dan segala hal yang dibawa oleh atau disampaikan orang kafir.
Kedua, sikap
lembut harus selalu muslim tampakkan di hadapan sahabat-sahabatnya, sebagaimana
telah dicontohkan oleh para sahabat Nabi saw.
di saat para muslim melaksanakan da’wah.
Dengan kelembutan disertai metode pendidikan da’wah yang tepat, maka
sedikit-demi sedikit akan menambah umat, sehingga kekuatan akan bertambah. Setelah kekuatan (kekuatan Ilmu dan
Pendidikan) muslim ssetelah bertambah akan menjadikan umat Islam ini menjadi
umat yang tangguh dalam menghadapi segala bentuk kekafiran di jagat ini. Hal ini tercermin dengan adanya keterangan
ayat Al-Qur’an yang menggambarkan keadaan mereka (sahabat) Nabi yang kian lama
kian bertambah dan terus bertambah yang diibaratkan bagai satu benih yang ditanam kemudian menghasilkan tunas dan
batang yang banyak dan kuat.
4.
Allah menjanjikan kepada para mukmin akan diberi ampunan dan pahala yang
besar, hal ini memiliki indikasi bahwa, jumlah kuantitas muslim yang banyak
tanpa didampingi ketaqwaan kepada Allah serta pendidikan yang cukup akan
membuat para mukmin akan lemah bagai buih di lautan, sebab keimanan seseorang
itu tidak akan sempurna jika tanpa didampingi pendidikan yang memadai, maka
setiap muslim harus selalu mengasah pendidikannya supaya tercapai maksud yang
diinginkannya, baik di dunia maupun di akhirat, yang intinya ampunan Allah dan
pahala besar tersebut tidak akan pernah diterima oleh mukmin, jika tidak
berusaha memperbaiki diri dengan mengasah pendidikan agamanya.
E. Kesimpulan
Dari uraian dan penjelasan di atas, pemakalah
menyimpulkan :
2. Tujuan
utama dalam pendidikan Islam adalah membentuk pribadi muslim yang sadar akan
tujuan asal mula penciptaannya, yaitu sebagai abid (hamba).
Sehingga dalam melaksanakan proses pendidikan, baik dari sisi pendidik atau
anak didik, harus didasari sebagai pengabdian kepada Allah SWT semata, selain
itu dalam setiap gerak langkahnya selalu bertujuan memperoleh ridho dari Yang
Maha Kuasa. Kejadian masa lampau harus dijadikan pelajaran penting untuk
meningkatkan nilai-nilai kekafahan diri.
3.
Pendidikan Islam mempunyai misi membentuk
kader-kader khalifah fil ardl yang mempunyai sifat-sifat terpuji
seperti amanah, jujur, kuat jasmani dan mempunyai pengetahuan yang luas dalam
berbagai bidang. Diharapkan akan terbentuk muslim yang mampu mengemban tugas
sebagai pembawa kemakmuran di bumi dan “Rahmatan Lil Alamin“. Batu sandungan yang menghadang tidak boleh
menjadikan mukmin lemah dan gundah hati, sebab setiap kejadian merupakan
sunnatallah.
4. Secara umum
tujuan pendidikan Islam adalah membentuk manusia yang sehat jasmani dan rohani
serta moral yang tinggi, untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akherat, baik
sebagai makhluk individu maupun sebagai anggota masyarakat. Pembentukan manusia sebagai kader mukmin
sejati harus memiliki komitmen untuk jihad (kritis) terhadap segala
kemungkaran, serta selalu menjunjung tinggi nilai-nilai da’wah dan kebersamaan,
yang tidak dibatasi dengan segala bentuk perbedaan yang berdampak negatif
(kehancuran umat Islam)
Wallahu ‘alam bisshowab
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an Al-Karim
Al-Maraghi, Ahmad Musthafa,
Tafsir al-Maraghi, Birut : Dar al-fikr, 2006, t.cet.
Al-Mascaty, Hilmi Bakar, Membangun Kembali Sistem
Pendidikan Kaum Muslimin, t.tp, tp, t.th., t.cet.
Al-Zuhaili, Wahbah,
Tafsir al-Munir,
Damaskus : Dar al-Fikr, 1991,
cet ke-1
Ash-Shiddiqy, Teungku Muhammad Hasbi, Tafsir
al-Qur’anul Majid an-Nur, Jakarta
; C.V Rizky Grafis, 1995, cet., ke-2
At-Thabari, Ibnu
Jarir, Jami’ al-Bayan, Bairut :
Dar al-Fikr, 2001, t.cet.
Depatemen Agama RI.,
Al-Qur’an Terjemah Perkata, Jakarta : Sigma, 2010,
t.cet
Hasan Tholib, Dasar-dasar
Pendidikan, Jakarta : Studia Press, 2009, cet, ke3
Ibnu Kasir, Tafsir al-Qur’an al-‘adzim, Kairo :
Dar al-Hadis, 2002, t.cet.
Mahalli, as-Suyuti, Tafsir
al-Qur’an al-‘Adzim, Bairut : Dar al-Fikr, 1991, t.cet.
[1] Pada hakikatnya dalam memahami pengertian pendidikan,
terlebih dahulu perlu diketahui dua dua istilah dalam dunia pendidikan yaitu
Pedagogi yang berarti "pendidikan" dan Pedagogia yang artinya
"Ilmu Pendidikan". Istilah ini berasal dari bahasa Yunani
"Pedagogia" (Paedos dan Agoge) yang berarti "saya membimbing,
memimpin anak". Berdasar-kan asal kata tersebut, maka pendidikan memiliki
pengertian "Seorang yang tugasnya membimbing anak di dalam pertumbuhannya
kepada arah berdiri sendiri serta bertanggung jawab".
Dalam kamus pendidikan, pengertian pendidikan dapat
dijelaskan sebagai berikut:
a.
Kumpulan
dari semua proses yang memunglankaii. seseorang untux mengembangkan kemampuan dan
sikap-sikap seita bentuk-bentuk tingkah laku yang bernilai positif di dalam
:nasyarakat dimana dil hidup.
b.
Proses
sosial dimana orang dihadapkar pada pengaruh lingkungan yang terpilih dan
terkontrol (khusus di lingkuigan sekolah),sehingga mereka dapat memperoleh
kemampuan sosial den perkembangan individu yang optimum.
[2] Berikut beberapa pendapat para ahli tentang pengertian
pendidikan, . diantaranya:
1. Carter V. Good dalam "Dictionary of
Education" dijelaskan bahwa pendidikan adalah:
a.
Seni,
praktek atau profesi sebagai pengajar.
b.
Ilmu
yang sistematis atau pengajaran yang berhubungan dengan prinsip-prinsip dan
metode-metode mengajar, pengawasan dan bimbingan murid, dalam arti luas
digantikan dengan istilah pendidik,
Menurut Carter, pendidikan berarti : Proses
perkembangan pribadi, Proses social, Professional cources dan Seni untuk
membuat dan memahami ilmu pengetehuan yang tersusun yang di kembangkan masa
lampau oleh tiap generasi bangsa.
2.
Dalam
buku "Higher Education for American Deiriocration", pendidikan adalah
suatu lembaga dalam tiap-tiap masyara.kat yang beradab, tetapi tujuan
pendidikan tidaklah sama dalam sel;iap masyarakat sistem pendidikan suatu
masyarakat dan tujuaii pendidikcnnya didasarkan atas prinsip, cita-cita dan
filsafat yang berlaku dalam suatu masyarakat.
3.
Prof.
Richey dalam buku "Planing for teaching an Introduction to Education"
menjelaskan hakikat Pendidikan adalah suatu proses yang lebih luas daripada
proses yang berlangsung di dalam sekolah saja. Pendidikan adalah suatu
aktivitas sosial y.mg esensial yang memungkinkan masyarakat yang kompleks,
modern, fungsi pendidikan ini mengalami proses spesialisasi dan melembaga
dengan pendidikan formal, yang tetap berhubungan dengan proses pendidikan
informal di luar sekoah.
4.
Prof.
Lodge dalam buku "Philosophy of Education" menulis: "Perkataan
pendidikan dipakai kadang-kadang dalam pengertian yang lebih luas,
kadang-kadang dalam arti yang lebili sempit. Dalam pengertian yang lebih luas,
semua pengalaman dapat dikatakan sebagai peididikan. Seorang anak mendidik
orang tuaaya, seperti pula halnya seorang murid mendidik gurunya, bahkan seekor
anjing mendidik tuanya. Segala sesuatu yang kita katakan pikiran atau kerjakan
mendidik kita, tidak berbeda dengan apa yang dikatakan atau dilakukan sesuatu
kepada kita, baik dari benda-benda hidup ataupun benda mati. Dalam pengertian
yang lebih luas "hidup adalah pendidikan dan pendidikan adalah
hidup".
5.
Brubacher
dalam bukunya "Modern, Phyhiophie:,, Education" dinyatakan sebagai
berikut pendidikan adalah proses timbal-balik dari tiap pribadi manusia dalam
penyesuaian dirinya dangan alam, dengan teman dan dengan alam semesta.
6.
Menurut
Langeveld, Pendidikan adalah setiap usaha, pengaruh, perlindungan dan bantuan
yang diberikan kepada arah tertuju kepada pendewasaan anak itu atau membantu
agar cukup cakap melaksanakan tugas hidupnya sendiri. Pengaruh itu datangnya
dari orang dewasa (atau yang diciptakan oleh orang dewasa seperti sekolah,
buku, putaran hidup sehari-hari, dan sebagainya) dan ditujukan kepada orang
yang belum dewasa.
7.
John
Dewey memandang pendidikan sebagai proses pembentukan kecakapan fundamental
secara intelektual dan emosional sesama manusia.
Menurut J.J. Rousseau Pendidikan adalaa memberi kita
perbekalan yang tidak ada pada masa anak-anak, akan tetapi kita membutuhkannya
pada waktu dewasa.
[3] Hasan Tholib, Dasar-dasar Pendidikan, ( Jakarta : Studia Press,
2009), cet, ke3, h.8-9
[4] At-Thabari,
Ibnu Jarir, Jami’ al-Bayan, (Bairut :
Dar al-Fikr, 2001), t.cet., Jilid 2, h.123
[5] Mahalli, as-Suyuti, Tafsir al-Qur’an al-‘Adzim,
(Bairut : Dar al-Fikr, 1991), t.cet., h.56
[6] Ibnu Kasir, Tafsir
al-Qur’an al-‘adzim, (Kairo
: Dar al-Hadis, 2002),
t.cet., Jilid 2, h.140
[7] At-Thabari,
Ibnu Jarir, Jami’ al-Bayan, (Bairut :
Dar al-Fikr, 2001), t.cet, Jilid 2, h.123
[8] Al-Zuhaili,
Wahbah, Tafsir al-Munir, Damaskus :
Dar al-Fikr, 1991, cet ke-1, Jilid 2, h.96, Lihat, At-Thabari,
Ibnu Jarir, Jami’ al-Bayan, (Bairut :
Dar al-Fikr, 2001), t.cet, Jilid 2, h.123
[9] Petunjuk Allah bisa
diperhatikan pada surat al-Baqarah ayat 2 :”Ini adalah kitab al-Qur’an tidak
ada keraguan di dalamnya (al-Qur’an) sebagai petunjuk bagi orang yang
bertaqwa”.
[10] Al-Maraghi, Ahmad
Musthafa, Tafsir al-Maraghi, (Birut : Dar al-fikr, 2006), t.cet., Jilid 2, h.
45; Ash-Shiddiqy, Teungku Muhammad
Hasbi, Tafsir al-Qur’anul Majid an-Nur, (Jakarta ; C.V Rizky Grafis, 1995),
cet., ke-2Jilid 2, h. 676
[11] Mahalli, as-Suyuti, Tafsir al-Qur’an al-‘Adzim,
(Bairut : Dar al-Fikr, 1991), t.cet., h.56 ; At-Thabari, Ibnu Jarir,
Jami’ al-Bayan,
(Bairut : Dar al-Fikr, 2001),
t.cet, Jilid 2, h.125
[12] Ash-Shiddiqy, Teungku Muhammad Hasbi, Tafsir
al-Qur’anul Majid an-Nur, (Jakarta ; C.V Rizky Grafis, 1995), cet., ke-2, Jilid 1, h.676
[13] Ash-Shiddiqy, Teungku Muhammad Hasbi, Tafsir
al-Qur’anul Majid an-Nur, (Jakarta ; C.V Rizky Grafis, 1995), cet., ke-2, Jilid 1, h.676
[14] At-Thabari,
Ibnu Jarir, Jami’ al-Bayan, (Bairut :
Dar al-Fikr, 2001), t.cet,
Jilid 2, h.125
[15] Ash-Shiddiqy, Teungku Muhammad Hasbi, Tafsir
al-Qur’anul Majid an-Nur, (Jakarta ; C.V Rizky Grafis, 1995), cet., ke-2, Jilid
2, h.676
[16] Perhatikan, Ali Imran : 137, al-Anfal : 38, al-Ahzab : 38 dan 62, Fathir : 43, dan Ghafir
: 85
[17] Al-Zuhaili,
Wahbah, Tafsir al-Munir,
Damaskus : Dar al-Fikr,
1991, cet ke-1, Jilid 2, h.98
[18] Lihat, Al-Zuhaili, Wahbah,
Tafsir al-Munir,
Damaskus : Dar al-Fikr, 1991,
cet ke-1, Jilid 12, h.206 At-Thabari, Ibnu
Jarir, Jami’ al-Bayan, (Bairut :
Dar al-Fikr, 2001), t.cet., Jilid 10, h.128
[19] Ash-Shiddiqy, Teungku
Muhammad Hasbi, Tafsir al-Qur’anul Majid an-Nur, (Jakarta ; C.V Rizky Grafis,
1995), cet., ke-2, Jilid 5, h. 3772; Lihat, At-Thabari, Ibnu
Jarir, Jami’ al-Bayan, (Bairut :
Dar al-Fikr, 2001), t.cet., Jilid 10, h.129
[20] Lihat, At-Thabari, Ibnu
Jarir, Jami’ al-Bayan, (Bairut :
Dar al-Fikr, 2001), t.cet., Jilid 10, h.130; Ash-Shiddiqy,
Teungku Muhammad Hasbi, Tafsir al-Qur’anul Majid an-Nur, (Jakarta ; C.V Rizky
Grafis, 1995), cet., ke-2, Jilid 5, h.
3773
[21] Lihat, Ash-Shiddiqy,
Teungku Muhammad Hasbi, Tafsir al-Qur’anul Majid an-Nur, (Jakarta ; C.V Rizky
Grafis, 1995), cet., ke-2, Jilid 5, h. 3772;
ath-Thabari, Jilid 10, h.131
[22] Lihat, At-Thabari, Ibnu
Jarir, Jami’ al-Bayan, (Bairut :
Dar al-Fikr, 2001), t.cet., Jilid 10, h.132; Ibnu Kasir,
Tafsir al-Qur’an al-‘adzim, (Kairo :
Dar al-Hadis, 2002), t.cet., Jilid, 7 h.365
[23] Lihat, At-Thabari, Ibnu
Jarir, Jami’ al-Bayan, (Bairut :
Dar al-Fikr, 2001), t.cet., Jilid 10, h.122; Hasbi jilid 5, h. 3773; Ibnu Kasir,
Tafsir al-Qur’an al-‘adzim, (Kairo :
Dar al-Hadis, 2002), t.cet., Jilid, 7 h.365
[25] Lihat, At-Thabari, Ibnu
Jarir, Jami’ al-Bayan, (Bairut :
Dar al-Fikr, 2001), t.cet., Jilid 10, h.35; Ash-Shiddiqy, Teungku Muhammad Hasbi, Tafsir
al-Qur’anul Majid an-Nur, (Jakarta ; C.V Rizky Grafis, 1995), cet., ke-2, Jilid
5, h. 3774; Ibnu Kasir, Tafsir al-Qur’an al-‘adzim, (Kairo :
Dar al-Hadis, 2002), t.cet., Jilid, 7, h.366
[26] Ibnu Kasir, Tafsir
al-Qur’an al-‘adzim, (Kairo
: Dar al-Hadis, 2002),
t.cet., Jilid 7, h.364
[27] Ibnu Kasir, Tafsir
al-Qur’an al-‘adzim, (Kairo
: Dar al-Hadis, 2002),
t.cet., Jilid 7, h.366
[28] Ash-Shiddiqy, Teungku Muhammad Hasbi, Tafsir
al-Qur’anul Majid an-Nur, (Jakarta ; C.V Rizky Grafis, 1995), cet., ke-2, Jilid 5, h. 3774