Sunday, February 24, 2013

SUNAN IBNU MAJAH


(Studi Literatur)



A.     Latar Belakang Penyusunan Kitab Sunan Ibnu Majah
Sebagaimana Bukhari dan beberapa ulama pendadwin hadis, di dalam menyusun kitab hadis selalu dilatarbelakangi hal-hal tertentu  yang mendorong mereka untuk menyusun sebuah kitab hadis, dan memiliki tujuan-tujuan jelas. 
Akan tetapi hal tersebut tidak senada dengan Ibnu Majah.  Menurut ulama, Ibnu Majah  di dalam menyusun kitab hadis tidak menjelaskan latarbelakang dan alasan-alasan tertentu, serta tidak memaparkan tujuannya dalam penyusunan kitabnya.[1] 
Walaupun secara logika tidak mungkin setiap tindakan tanpa adanya sebab atau alasan tertentu, oleh karena itu Ibnu Majah dalam menyusun kitab sunannya pasti memiliki latar belakang dan tujuan tertentu, tetapi hal tersebut tidak diketahui oleh ulama.

B.     Biografi Singkat Ibnu Majah
Beliau dikenal dengan nama Muhammad bin Yazid, nama panggilannya Abu ‘Abd Allah, beliau lebih dikenal dengan Ibn Majah dan nama ini merupakan nama gelar yang diberikan oleh bapaknya yaitu Yazid.[2] Nama lengkap beliau adalah Abu ‘Abd Allah Muhammad bin Yazid bin Majah ar-Rab’Ibnu Majah al-Qazwini,[3] ia dilahirkan pada tahun 209 H.,[4] dan beliau meningal dunia pada hari senin, 21 Ramadhan 273 H.[5]  Beliau tergolong masuk pada tabaqat ittabi’ ittabi’ tabi’in.[6] 
Tidak dicantumkan pada tahun dan usia berapa beliau memulai mempelajari hadis.  Ali bin Muhammad atau-Tanafasi (wafat 233 H) adalah guru beliau yang paling pertama.  Ini berarti bahwa beliau mulai belajar hadis sebelum tahun 233 H., barangkali pada usia beliau yang antara kelima belas atau kedua puluh, seperti lumrahnya tradisi yang hidup pada masa itu. Beliau mulai melakukan pengembaraan untuk mempelajari hadis setelah tahun 230 H.[7] 
Ibn Majah mengembara dalam menuntut ilmu ke berbagai daerah, di antaranya mengunjungi Khurasan, Irak, Hijaz, Mesir, Syam, Basrah, Kuffah, Bagdad,  dan lain sebagainya.[8]  
Ibnu Majah meriwayatkan hadis dari beberapa ulama hadis, di antara orang yang pernah menjadi guru Ibnu Majah dalah bidang hadis adalah, Abi Bakar bin Abi Syaibah, Malik dan para Sahabatnya dan al-Lais bin Sa’id serta para sahabatnya pula.[9]
Di dalam pengembaraannya,  sewaktu  beliau berada di Mesir bertemu dan berguru pada Harmalah bin Yahya, Aba ath-Thahir bin as-Sarh, Muhammad bin Ramh, Muhammad bin Haris dan Yunus bin ‘Abd al-A’la.  Ketika beliau di Damsyik berguru pada Hisyam bin ‘Amar, Dahima, ‘Abbas bin Walid, Khalal, ‘Abd Allah bin Muhammad bin Basyir bin Dhakwan, Mahmud bin Khalid dan Hisyam bin ‘Abd al-Malik.  Selanjutnya, tatkala beliau berkunjung di Irak bertemu dan berguru pada Aba Bakar bin Abi Syaibah, Ahmad bin ‘Abdah, Ismail bin Musa al-Fazari, Aba Khaisamah Zuhair bin Harb dan Suwaid bin Sa’id.[10]
Di antara orang yang pernah berguru kepada beliau adalah, ‘Ali bin Sa’id bin ‘Abd Allah al-Ghadani, Ibrahim bin Dinar al-Jarasyi al-Hamdani, Ahmad bin Ibrahim al-Qazwini, Abi Ya’la al-Khalili, Abu at-Tayyib Ahmad bin Ruh al-Masy’arani, Ishaq bin Muhammad al-Qazwini, Ja’far bin Idris, Husain bin ‘Ali bin Baranayad, Sulaiman bin Yazid al-Qazwini, Muhammad bin ‘Isa ash-Shaffar, Abu al-Hasan ‘Ali bin Ibrahim bin Salamah al-Qazwini, Abu ‘Umar Ahmad bin Muhammad bin Hakim al-Madani al-Ashbahani dan lain sebagainya.[11]
Putera beliau adalah Abd Allah, telah disebutkan sebagai salah seorang yang ikut memangul beliau keadilan liang kubur dengan dibantu oleh kedua orang pamannya.[12]
Ibnu Majah memiliki berbagai karya besar, hasil karya-karya beliau di antarnya adalah, Sunan, Tafsir,[13] Tarih (sejarah perawi hadis).[14]  Sekarang ini, kita tidak mendapatkan informasi tentang tafsir, dan tarikh.  Kelihatannya, kedua buku tersebut telah hilang untuk jangka waktu yang cukup lama.  Walaupun demikian, sunan Ibn Majah sangat terkenal.  Beratus-ratus perpustakaan menyimpan manuskrip-manuskrip karya beliau.  Kitab ini telah dipublikasikan beberapa kali.[15]

C.     Metode Penyusunan dan Jumalah Hadisnya
            Kitab Ibnu Majah merupakan salah satu kitab hadis yang sistematis, sistematika fiqh,[16] penyusunannya cukup baik, baik dari segi penyusunan judul per judul maupun bab dan sub babnya, hal ini telah diakui oleh banyak ulama.
            Kitab tersebut dibagi menjadi 37 sub judul, masing-masing judul berisi sub bab-bab yang jumlahnya berfariasi, dari mulai 7 bab setiap judulnya hingga 205 bab perjudul, dari tiap-tiap sub bab berisi beberapa hadis yang jumlahnya juga berfariasi.[17]
            Al-Ustad al-Muthaqqiq Muhammad Fu’ad Abdul Baqi memberikan pengabdian ilmiah terhadap sunan Ibnu Majah dengan mentahqiq sumber-sumber asalnya dan mentakhrij hadis-hadisnya.  Ternyata, jumlah keseluruhan  Kitab Ibnu Majah berisikan 4.341 hadis, dan sebanyak 3.002 telah dibukukan oleh pengarang al-Ushul as-Sittah lainnya,[18] baik seluruhnya, atau sebagiannya.  Berarti masih tersisa 1.339 hadis yang hanya diriwayatkan oleh beliau sendiri tanpa kelima pengarang lainnya, dengan rincian sebagai berikut:
1)      428 dari 1.339 hadis di atas adalah shahih,
2)      199 dari 1.399 hadis di atas adalah hasan,
3)      613 dari 1.339 hadis tersebut adalah lemah isnadnya,
4)      99 dari 1.339 hadis itu adalah munkar dan makdzub.[19]

D.    Kriteria Kesahihan Hadis Menurut Ibnu Majah [20]
Di dalam menyusun kitab Sunan Ibnu Majah, Ibnu Majah tidak menyebutkan kriteria-kriteria tertentu untuk menyeleksi hadis-hadisnya.  Kitab beliau berada pada posisi yang paling rendah dalam koleksi dari enam kitab-kitab hadis.[21] 
Ibnu Majah juga tidak mencamtumkan persyaratan-persyaratan tertentu di dalam menyebutkan kesahihan sebuah hadis, tidak seperti perawi-perawi yang lain,[22]misalnya Bukhari dan Muslim, yang memaparkan kreteria-kreteria dan persyaratan-persyaratan tertentu dalam menetapkan kesahihan suatu hadis.

E.     Kritik Ulama Terhadap Hadis-Hadis Sunan Ibnu Majah
Keberadaan kitab Sunan Ibnu Majah mendapat kritikan-ktitikan  dari beberapa ulama, di antaranya:
1)      Abu Nashar ‘Abd ar-Rahim bin ‘Abd al-Khalq berpendapat, walaupun Ibnu Majah seorang yang terpercaya dan luas ilmunya, akan tetapi di dalam kitab Sunannya terdapat hadis-hadis yang mungkar dan juga ada sedikit hadis-hadis yang maudhu’ (palsu).[23]
2)       Syaikh Muhammad ‘Abd ar-Rasyid an-Ni’mani al-Hindi menyatakan di dalam kitabnya yang berjudul Ma Tamus Ilaih al-Hajah li Man Yuthali’ Sunan Ibnu Majah, mengutip pendapat Ibn Jauzi dari kitabnya al-Maudhu’ah, bahwa hadis-hadis Ibnu Majah ada di dalam kitab tersebut yang berstatus maudhu’ sekitar 35 hadis.[24]
3)      Menurut ad-Dhahabi, Ibnu Majah adalah seorang yang hafidz, shaduq, luas pengetahuannya, akan tetapi di dalam kitab al-Manakir, pada kitab Ibnu Majah terdapat sedikit hadis maudhu’,[25]
4)      Abu Zur’ah mengatakan bahwa hadis yang terdapat dalam kitab Sunan Ibnu Majah yang tak dapat dipakai hujjah cukup banyak, kurang lebih sekitar 1000 hadis.[26]  

F.      Derajat Kitab Sunan Ibnu Majah
Tidak ada informasi dari ulama terdahulu bahwa ada mungkin enam kitab yang dikategorikan ke dalam al-Ushul as-Sittah.  Hal ini muncul secara tak sngaja, sebagai akibat proses ilmiah dalam kurun waktu kurang lebih seperempat atau sepertiga abad, beratus-ratus buku telah disusun dan diteliti, sehingga salah satu dari kitab tersebut saling mengunguli dan lebih terkenal dari yang lainnya.[27]
Pada periode terakhir, kitab Sunan Ibnu Majah  menjadi buku keenam yang paling terkenal yang disebut dengan al-Ushul As-Sittah enam ktab-kitab yang paling prinsipil atau sering kali disebut  dengan As-Sittah as-Sahih (enam kitab sahih).  Ini tidak berarti bahwa semua hadis yang dimuat dalam keenam kitab tersebut adalah sahih.  Ia hanya memberikan indikasi bahwa kebanyakan dari hadis-hadis tersebut adalah sahih dengan pengecualiaan sahih Bukhari dan Muslim yang hanya memuat hadis-hadis sahih.[28]
            Pengarang lainnya, seperti atau-Tirmidzi dan Abu Daud juga meriwayatkan hadis-hadis lemah, tetapi mereka memberikan catatannya dalam kitab mereka.  Lain halnya dengan Ibnu Majah, beliau tak memberikan komentar apa-apa.  Bahkan untuk hadis dusta pun beliau hanya mengambil sikap diam.[29] 
            Keberadaan kitab Sunan Ibnu Majah ini, membuat Ibnu Majah sedikit besar hati,  karena mendapat dukungan langsung dari Abu Zur’ah.  Sebagaimana  Ibnu Majah berkata, “Aku menyodorkan kitab sunan ini kepada Abu Zur’ah.  Setelah ia memperlihatka kitab Ibnu Majah kepadanya, Abu Zur’ah berkata, “Saya kira seandainya kitab ini sampai di tangan umat, maka seluruh kitab jami’ atau sebagian besar darinya akan terlantarkan.”[30]
Oleh sebab itu, beberapa diskusi telah digelar oleh para ulama untuk menyimak kitab semua sunan ini.  Kenyataan kelemahan yang tampak pada sisi ini, memberikan efek terhadap sikap para ulama tentang kitab tersebut.  Banyak ulama yang menolak memasukkan kitab sunan Ibnu Majah dalam deretan al-Ushul as-Sittah.
Di antara ulama yang menolak memasukkan kitab Ibnu Majah sebagai kitab yang ke enam dari Kutub as-Sittah adalah,  Ibn Atsir (wafat 606 H.), Muglata’ (wafat 726 H.), Ibn Hajar (wafat 852 H.) dan Qasthalani (wafat 823 H.). [31]
Yang mula-mula memasukkan sunan Ibnu Majah ke dalam deretan al-Kutub al-Khamsah adalah Abu al-Fadh Muhammad ibn Thahir al-Maqdisi (448-507 H.), dalam kitabnya yang berjudul Atraf al-Kutub as-Sitah.[32] Akan tetapi menurut salah satu pendapat, bahwa yang pertama kali mempopulerkan kitab sunan Ibnu Majah sebagai salah satu kitab al-Kutub as-Sittah adalah Abdul Ghani bin Abdul Wahid al-Maqdisi (wafat 600 H.).[33] Alasan  merka mendahulukan sunan Ibnu Majah menjadi salah satu Kutub as-Sitah,  karena di dalam kitab Ibnu Majah banyak terdapat zawa’id, yaitu banyak hadis yang tidak terdapat dalam lima kitab lainnya.[34]
Sesuai dengan fakta, untuk mengkategorikan kitab sunan Ibnu Majah sebagai salah satu kitab al-Ushul as-Sittah atau untuk menarikna dalam deretan tersebut, tidak akan memberikan efek tentang keberadaan kitab tersebut dengan langkah mana pun.  Karena, setiap hadis yang dibukukan dalam kitab-kitab tesebut adalah diteliti berdasarkan hasil usaha atau jerih payah masing-masing, tiak berpangkal tolak dari sebuah hadis yang dikutib dari salah satu kitab yang enam tersebut.[35]

G.    Perhatian Ulama Terhadap Kitab Sunan Ibnu Majah
Ulama cukup merespon keberadaan kitab sunan Ibnu Majah, hal ini terbukti dengan adaanya mentahqiqan yang dilakukan oleh sebagian ulama, diantara yang mentahqiq kitab sunan Ibnu Majah adalah Fu’ad Abdul Baqi sebagaimana telah disinggung di atas. 
Bukti perhatian khusus pada kitab sunan Ibnu Majah adalah dengan adanya bermunculan kitab syarah sunan Ibnu Majah.  Di antara kitab syarah dari sunan Ibnu Majah adalah, az-Zujajah Syarh Sunan Ibn Majah karya Jajaluddin as-Suyuti, Syarh Sunan Ibnu Majah susunan ‘Abd al-Hadi as-Sindi,[36] dan al-Ibnu Majah’lam bi Sunaihi ‘Alaihi as-Salam karya Mughlati, akan tetapi kitab syrah yang terakhir ini belum pernah terbit dan dipublikasikan.[37]

H.  Penutup
            Setelah menyimak berbagai uraian di atas penulis bisa menyimpulkan beberapa hal, yang di antaranya ialah:
Ibnu Majah adalah seorang figur  muhaddis yang awal mulanya  tumbuh dan berkembang  dengan lingkungan yang agamis dan berinelektual tinggi.  Wajar kalau beliau disebut-sebut oleh ulama sebagai orang yang siqah, shaduq, hafidz, , memiliki pengetahuan yang luas, dan dapat dijadilan hujah.
Dengan bekal kemampuan dan kecerdasannya yang beliau miliki, ia kemudian mencurahkan pengetahuannya dengan bentuk karya ilmiah, di antara karya-karyanya adalah:   Tafsir, sejarah dan sunan (kitab hadis).
Ulama yang mengomentari Ibnu Majah, yang di antaranya Abu Zur’ah kelihatannya plin-plan.  Dari satu sisi dia memuji Ibnu Majah dan pada sisi yang lain menjarh Ibnu Majah. Sehingga keberadaan kitab Sunan Ibnu Majah masih tetap berkwalitas tinggi.
Walaupun kitab Sunan Ibnu Majah banyak yang mengkritik, hal tersebut tidak mengurangi eksistensinya sebagai salah satu anggota kutub as-sitah.  Dan walaupun banyak kritikan tentang hadis-hadisnya, akan tetapi keberadaan kitab Sunan Ibnu Majah merupakan sumbangan yang sangat berharga dalam memelihara sunah Nabi Muhammad saw.




DAFTAR PUSTAKA

‘Azami,   Muhammad Mustafa,  Studies in Hadith Methodology and Literature; Terjemah, Bandung:  Pustaka Hidayah,  1996,  cet. ke-2

Akram, Dhiya’ al-‘Umri,  Bahus fi Tarikh as-Sunah al-Musyarrifah,  cttp.,  tp.,  1984c,  cet. ke-4

Al-‘Asqalani,  Syihab ad-Din Abi al-Fadhil Ahmad bin Hajar,  Tahdhib at-Tahdhib,  (Bairut:  Dar al-Ihya’,  1993),  cet. ke-2,  Jilid 6

Ad-Dawuri, Syamsu ad-Din Muhammad bin ‘Ali bin Ahmad,  Thabaqat al-Mufassirin,  Libanon: Dar al-Kutub al-‘Alamiyyah,  t.th.,  t.cet.,  Jilid-2, 

Ash-Shan’ani,  Muhammad bin Isma’il  ,  Taudhih al-Afkar li Ma’aani Tanfih al-Anthar,  (al-Azhar; tp.,  tth.),  cet. ke-1,  Jilid 1

Ash-Shiddieqy,  Hasbi,  Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis,  Jakarta: Bulan Bintang,  1980,  cet. ke-6,

Adh-Dhahabi,  Siyar a’lam an-Nubala,  Bairut: Dar al-Fikr,  1985,  t.cet.

Al-Khatib,  Ajaj,  Ushul al-Hadis,  Bairut: Dar al-Fikr,  1989,  t.cet

Al-Qazwini,  Abi ‘Abd Allah Muhammad bin Yazid,  Sunan Ibnu Majah;  Tahqiq Shidqi Jami al-‘Athar,  Bairut: Dar al-Fikr,  1995,  t.cet.

As-Suyuti,  Jalaluddin Abu al-Fadhil ‘Abd ar-Rahman,  Tadrib ar-Rawi fi Syarh Taqrib an-Nawawi,  Bairut: Dar al-Fikr,  1993,  t.cet

Itr,  Nuruddin ‘,  Manhaj an-Naqd fi Ulum al-Hadis; Terjemah,  Bandung: Remaja Rosdakarya,  1997,  cet. ke-2

Soetari,  Endang,  Ilmu Hadis Kajian Riwayah dan Dirayah,  Bandung: Amal Bakti Pres,  2000),  cet. ke-3

Washil,  Nashr Farid Muhammad,  al-Wasid fi Ulum al-Hadis,  Mesir:  Mathba’ah al-Amamah,  t.th.,  cet. ke-1



[1] Muhammad Mustafa ‘Azami,  Studies in Hadith Methodology and Literature;,  Terjemah, (Bandung:  Pustaka Hidayah,  1996),  Cet. ke-2,  h. 159
[2] Nashr Farid Muhammad Washil,  al-Wasid fi Ulum al-Hadis,  (Mesir:  Mathba’ah al-Amamah,  t.th.),  cet. ke-1,  h. 159
[3] Lihat kata pengantar Kitab Sunan Ibnu Majah,  (Bairut: Dar al-Fikr,  1995), h. 12;  Akram Dhiya’ al-‘Umri,  Bahus fi Tarikh as-Sunah al-Musyarrifah,  (ttp.,  tp.,  1984),  cet. ke-4,  h. 251
[4] Adh-Dhahabi,  Siyar a’lam an-Nubala,  (Bairut: Dar al-Fikr,  1985),  t.cet.,  Jilid 12,  h. 277
[5] Syihab ad-Din Abi al-Fadhil Ahmad bin Hajar al-‘Asqalani,  Tahdhib at-Tahdhib,  (Bairut:  Dar al-Ihya’,  1993),  cet. ke-2,  Jilid 6,  h. 400;  Lihat, kitab Sunan Ibnu Majah,  loc. cit.;  Jalaluddin Abu al-Fadhil ‘Abd ar-Rahman as-Suyuti,  Tadrib ar-Rawi fi Syarh Taqrib an-Nawawi,  (Bairut: Dar al-Fikr,  1993),  t.cet.,  h. 483 
[6] Nashr Farid Muhammad Washil,  op. cit.,  h. 160
[7] Muhammad Mustafa ‘Azami,  loc. cit.
[8] Ibn Hajar,  op. cit.,  h. 339
[9] Nashr Farid Muhammad Washil,  op. cit.,  h. 160
[10] Syamsu ad-Din Muhammad bin ‘Ali bin Ahmad ad-Dawuri,  Thabaqat al-Mufassirin,  (Libanon: Dar al-Kutub al-‘Alamiyyah,  t.th.),  t.cet.,  Jilid-2,  h. 273-274
[11] Ibn Hajar,  loc. cit.
[12] Muhammad Mustafa ‘Azami,  loc. cit.
[13] As-Suyuti,   Tadrib ar-Rawi fi Syarh Taqrib an-Nawawi,  loc.cit.
[14] Muhammad bin Isma’il  ash-Shan’ani,  Taudhih al-Afkar li Ma’aani Tanfih al-Anthar,  (al-Azhar; tp.,  tth.),  cet. ke-1,  Jilid 1,  h. 222;   Adh-Dhahabi,  loc. cit.;  Syamsu ad-Din Muhammad bin ‘Ali bin Ahmad ad-Dawuri,  loc. cit.;  Nashr Farid Muhammad Washil,  loc. cit.;  Ibn Hajar,  loc.cit.
[15] Muhammad Mustafa ‘Azami,  loc. cit.
[16] Ajaj al-Khatib,  Ushul al-Hadis,  (Bairut: Dar al-Fikr,  1989),  t.cet.,  h. 326
[17] Lihat, kitab Sunan Ibnu Majah,  (Bairut: Dar al-Fikr,  1995)
[18] Ajaj al-Khatib,  loc. cit.
[19] Muhammad Mustafa ‘Azami,  op. cit.  h. 159;  Lihat, Akram Dhiya’ al-‘Umri,  loc. cit. ;  Selanjutnya lihat, kata pengantar Kitab Sunan Ibnu Majah,  op. cit.,  h. 14
[20]Penulis tidak menemukan serara tepat dan terperinci tentang kreteria Ibnu Majah dalam menentukan kesahihan suatu hadis.
[21] Ibid. 
[22] Muhammad Mustafa ‘Azami,  op. cit. 
[23] Ibnu Majah, op.cit.,  h. 13
[24] Ibid.
[25] Adh-Dhahabi,  op. cit.,  h. 279

[26] Adh-Dhahabi,  Ibid.
[27] Muhammad Mustafa ‘Azami,  op. cit.,  h. 160 
[28] Ibid.
[29] Ibid. 
[30] Nuruddin ‘Itr,  Manhaj an-Naqd fi Ulum al-Hadis; Terjemah,  (Bandung: Remaja Rosdakarya,  1997),  cet. ke-2,  Jilid 2,  h. 43
[31] Muhammad Mustafa ‘Azami,  loc.cit.
[32] Ajaj al-Khatib,  Ushul al-Hadis,  (Bairut: Dar al-Fikr,  1989),  t.cet.,  h. 327
[33] Muhammad Mustafa ‘Azami,  op. cit. 
[34] As-Suyuti,  Tadrib ar-Rawi fi Syarh Taqrib an-Nawawi,  op. cit.,  h. 107;   Endang Soetari,  Ilmu Hadis Kajian Riwayah dan Dirayah,  (Bandung: Amal Bakti Pres,  2000),  cet. ke-3,  h. 246
[35] Muhammad Mustafa ‘Azami,  op. cit.   h. 160
[36] Akram Dhiya’ al-‘Umri,  op. cit.,  h. 252;  Endang Soetari,  loc. cit.;  Hasbi ash-Shiddieqy,  Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis,  (Jakarta: Bulan Bintang,  1980),  cet. ke-6,  h. 111
[37] Muhammad Mustafa ‘Azami,  op. cit.  h. 162

No comments:

Post a Comment

Mohon Diisi Dengan Kritik dan Saran Yang Membagun