Thursday, July 05, 2012


TAFSIR   SURAT   ASY  SYU’ARAA : ( 51-52 )

وَمَا كَانَ لِبَشَرٍ أَن يُكَلّمَهُ اللّهُ إِلاّ وَحْياً أَوْ مِن وَرَآءِ حِجَابٍ أَوْ يُرْسِلَ رَسُولاً فَيُوحِيَ بِإِذْنِهِ مَا يَشَآءُ إِنّهُ عَلِيّ حَكِيمٌ‏  
Artinya:”Dan tidak mungkin bagi seorang manusiapun bahwa Allah berkata-kata dengan dia kecuali dengan perantaraan wahyu atau dibelakang tabir atau dengan mengutus seorang utusan (malaikat) lalu diwahyukan kepadanya dengan seizin-Nya apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Tinggi lagi Maha Bijaksana.”(Asy-Syura : 51)

           
وَكَذَلِكَ أَوْحَيْنَآ إِلَيْكَ رُوحاً مّنْ أَمْرِنَا مَا كُنتَ تَدْرِي مَا الْكِتَابُ وَلاَ الإِيمَانُ وَلَـَكِن جَعَلْنَاهُ نُوراً نّهْدِي بِهِ مَن نّشَآءُ مِنْ عِبَادِنَا وَإِنّكَ لَتَهْدِيَ إِلَىَ صِرَاطٍ مّسْتَقِيمٍ‏
Artinya: “Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu wahyu (Al Quran) dengan perintah Kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah Al Kitab (Al Quran) dan tidak pula mengetahui apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan Al Quran itu cahaya, yang Kami tunjuki dengan dia siapa yang kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami. Dan sesungguhnya kamu benar- benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus.”  (Asy-Syura : 52)

            Surat as-Shura ayat di atas menceritakan tentang ragamnya wahyu turun kepada Nabi saw.[1] Inilah tingkat penurunan wahyu dari sisi Allah kepada hamba-hambanya. Dalam proses penurunannya, bahwasanya kadang-kadang Allah dengan menghembuskan isi wahyu itu ke dada seorang Nabi,[2]. sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Hiban :   
ان روح القدس نفث في روعي : أن نفسا لن تموت حتي تستكمل رزقها وأجلها ,  فاتقوا الله وأجملوا في الطلب
Artinya : “Sesungguhnya  ruh qudus (Jibril) telah menghembuskan wahyu ke dadaku, bahwasanya seseorang tidak akan mati sebelum menerima lengkap rezeki dan ajalnya, maka bertaqwalah kamu sekalian kepada Allah dan sederhanakanlah dalam permohonan.”

Sebab an-Nuzul ayat di atas berkenaan dengan perkataan Yahudi terhadap Nabi saw. Seorang Yahudi berkata kepada Nabi  saw., “Hai Nabi bagaimana caramu  dapat berbicara dan melihat Allah, jika kamu seorang Nabi, sebagaimana berbicanya dan melihatnya Musa kepada Allah.  Sesungguhnya kami tidak akan beriman kepadamu hingga kamu mengerjakan yang demikian itu.”   Lalu turunlah ayat surat as-Sura ayat ke 51 tersebut.[3]
Firman Allah (wa maa kaana libasyarin ayyukallimahullahu illa wahyan) menurut mujahid hembusan yang dihumbuskan pada hati Nabi saw. yang berbentuk ilham, atau ada kalanya melihat langsung di dalam tidurnya.[4]
Firman Allah (au miuwaraai hijaabin) atau di belang tabir sebagaimana Musa as. Berbicara dengan Tuhannya.  (au yursala rasulan) dengan mengutus seorang utusan, seperti pengutusan Jibril as. kepada Musa as. [5] 
Firman Allah (fayuhaa biidnihi maa yasyaa) ) lalu diwahyukan kepadanya dengan seizin-Nya apa yang Dia kehendaki.  Menurut Ibnu ‘Abbas, Jibril turun untuk menyampaikan wahyu Tuhan kepada para Nabi, di antara mereka tidak bisa melihat Jibril kecuali Nabi Muhammad saw., ‘Isa, Musa, Zakaria.  Adapun selain mereka berempat dalam proses penurunan wahyu melalui ilham di dalam tudur mereka. [6]
Firman Allah (innahu ‘aliyyun hakiim) sesungguhnya Dia Maha Tinggi lagi Maha Bijaksana.  Dalam ayat ini Allah memuji dirinya sendiri , karena memiliki ketinggian melampai segala sesuatu yang ada dan memiliki kebijaksanaan di dalam mengatur ciptaannya.[7]
Firman Allah (wa kadhalika au haina ilaika ruuhanmin amrina) Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu wahyu dengan perintah Kami.  Sebagaimana Allah mewahyukan kepada seluruh rasul-Nya, demikian pula Allah mewahyukan (al-Qur'an) kepada Muhammad beserta rahmad-Nya. [8]  Seputar makna ruhan pada ayat diatas, para ulama berbeda pendapat, di antara pendapat mereka adalah ruhan bermakna kenabian, rahmad dari Allah, wahyu, kitab, Jibril, dan al-Qur'an.[9]
Firman Allah (ma kunta tadri malkitabu walal iimaanu) Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah Al Kitab (Al Quran) dan tidak pula mengetahui apakah iman itu.  Sebelum adanya wahyu Tuhan kepada Nabi Muhammad saw., beliau tidak mengetahui kitab apapun dan keimanan.[10]
Firman Allah (walaakin ja’alnaahu nuuran) tetapi Kami menjadikan Al Quran itu cahaya.  Allah menciptakan al-Qur'an sebagai kitab pedoman yang memberikan penerangan untuk seluruh manusia.  Al-Qur'an menerangi dengan penerangan yang telah Allah jelaskan di dalamnya, supaya umat manusia mengarah pada kehidupan yang benar.[11]
Firman Allah (nahdii bihii mayyasyaau min ‘abdinaa) Kami tunjuki dengan dia siapa yang kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami (yang bertaqwa)[12].  Allah memberi petunjuk kepada para hambanya dengan al-Qur'an.  Petunjuk itu hanya kepada para hamba-Nya yang dikehendaki dengan memberikan hidayah untuk menuju jalan yang benar.[13]
Firman Allah (wa innaka latahdii ilaa shiraathal mustaqiim) Dan sesungguhnya kamu benar- benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus.  Dalam ayat ini Allah menerangkan kepada Nabi Muhammad saw., seakan-akan Tuhan berkata kepada Nabi Muhammad saw. “Wahai Muhammad engkau benar-benar memberi petunjuk (berda’wah) menuju jalan yang lurus kepada hamba-hamba-Ku (yaitu agama Islam).[14]

Jadi dari uraian tafsir surat as-Sura ayat 51-52 adalah, ada kalanya isi wahyu Allah diterima langsung oleh seorang Nabi dengan hanya mendengar kalam Ilahi tanpa dapat melihatnya sebagaimana telah dialami oleh Nabi Musa di atas Thur Sina.[15]
Allah dapat pula menurunkan wahyunya kepada seorang Rasul dengan mengutus seorang malaikat, sebagaimana yang dialami oleh Nabi Muhammad saw. tatkala didatangi oleh malaikat jibril yang menjelma sebagai seorang pria untuk menyampaikan wahyu Allah kepadanya.[16]
Selanjutnya, Allah berfirman, “Dan demikianlah Kami telah menurunkan kepadamu hai Muhammad, wahyu al-Qur'an yang merupakan cahaya bagimu untuk memberi petunjuk kepada hamba-hamba-Ku ke jalan yang lurus, jalan yang dikehendaki dan diridhai Allah, Tuhan yang memiliki kerajaan langit dan bumi dan kepadanya kembali segala urusan.[17]



















DAFTAR PUSTAKA



Al-Qur'an al-Karim

At-Thabari,  Ibnu  Jarir,  Jami’ al-Bayan,  (Bairut :  Dar al-Fikr,  2001),  Jilid 13

Ash-Shabuni,  Muhammad ‘Ali,  Shafwah at-Tafaasir,  (Cairo :  Dar ash-Shabuni,  1997),  Jilid 3

Ibnu Kasir. Tafsir al-Qur'an al-‘Adhim,  (Cairo :  Dar al-Hadis,  2002),  Jilid 7

Qurtubi,  ‘Abd Allah bin Ahnad al-Anshari,  al-Jami’ Li Ahkam al-Qur'an ,  (Cairo :  Dar al-Hadis,  2002),  Jilid 8

Wahbah Zuhaili, Tafsir al-Munir,  (Bairut :  Dar al-Fikr,  1991), Juz 25



[1] Wahbah Zuhaili,  Tafsir al-Munir,  (Bairut :  Dar al-Fikr,  1991),  Juz 25, h. 103

[2]Ibnu Kasir. Tafsir al-Qur'an al-‘Adhim,  (Cairo :  Dar al-Hadis,  2002),  Jilid 7, h. 217
[3]Wahbah Zuhaili, Tafsir al-Munir,  (Bairut :  Dar al-Fikr,  1991), Juz 25,  h. 105;  Qurtubi,  ‘Abd Allah bin Ahnad al-Anshari,  al-Jami’ Li Ahkam al-Qur'an ,  (Cairo :  Dar al-Hadis,  2002), Jilid 8,  h. 369.

[4] Qurtubi,  ‘Abd Allah bin Ahnad al-Anshari,  al-Jami’ Li Ahkam al-Qur'an ,  (Cairo :  Dar al-Hadis,  2002),  Jilid 8,  h. 369

[5] Qurtubi,  ‘Abd Allah bin Ahnad al-Anshari,  al-Jami’ Li Ahkam al-Qur'an ,  (Cairo :  Dar al-Hadis,  2002),  Jilid 8,  h. 369

[6]Qurtubi,  ‘Abd Allah bin Ahnad al-Anshari,  al-Jami’ Li Ahkam al-Qur'an ,  (Cairo :  Dar al-Hadis,  2002),  Jilid 8,  h. 369

[7] At-Thabari,  Ibnu  Jarir,  Jami’ al-Bayan,  (Bairut :  Dar al-Fikr,  2001),  Jilid 13,  h. 52

[8] At-Thabari,  Ibnu  Jarir,  Jami’ al-Bayan,  (Bairut :  Dar al-Fikr,  2001),  Jilid 13,  h. 52

[9] Qurtubi,  ‘Abd Allah bin Ahnad al-Anshari,  al-Jami’ Li Ahkam al-Qur'an ,  (Cairo :  Dar al-Hadis,  2002),  Jilid 8,  h. 370

[10] Qurtubi,  ‘Abd Allah bin Ahnad al-Anshari,  al-Jami’ Li Ahkam al-Qur'an ,  (Cairo :  Dar al-Hadis,  2002),  Jilid 8 ,  h. 371

[11] At-Thabari,  Ibnu  Jarir,  Jami’ al-Bayan,  (Bairut :  Dar al-Fikr,  2001),  Jilid 13,  h. 53
               
[12] Ash-Shabuni,  Muhammad ‘Ali,  Shafwah at-Tafaasir,  (Cairo :  Dar ash-Shabuni,  1997),  Jilid 3,  h. 136

[13] At-Thabari,  Ibnu  Jarir,  Jami’ al-Bayan,  (Bairut :  Dar al-Fikr,  2001),  Jilid 13,  h. 53

[14] At-Thabari,  Ibnu  Jarir,  Jami’ al-Bayan,  (Bairut :  Dar al-Fikr,  2001),  Jilid 13,  h. 53;  Ash-Shabuni,  Jilid 3,  h. 136

[15]Ibnu Kasir. Tafsir al-Qur'an al-‘Adhim,  (Cairo :  Dar al-Hadis,  2002),  Jilid 7, h. 218

[16] Ibnu Kasir. Tafsir al-Qur'an al-‘Adhim,  (Cairo :  Dar al-Hadis,  2002),  Jilid 7, h. 218
[17] Al-Qur'an, Fussilat : 44. 

No comments:

Post a Comment

Mohon Diisi Dengan Kritik dan Saran Yang Membagun