TAFSIR SURAH AN-NAHL ( 36-38 )
وَلَقَدْ
بَعَثْنَا فِي كُلّ أُمّةٍ رّسُولاً أَنِ اعْبُدُواْ اللّهَ وَاجْتَنِبُواْ
الْطّاغُوتَ فَمِنْهُم مّنْ هَدَى اللّهُ وَمِنْهُمْ مّنْ حَقّتْ عَلَيْهِ
الضّلالَةُ فَسِيرُواْ فِي الأرْضِ فَانظُرُواْ كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُكَذّبِينَ
Artinya: “Dan sesungguhnya
kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap
umat ( untuk menyerukan ), Sembahlah Allah ( saja ) dan jauhilah thaghut
itu, maka diantara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan
ada pula diantaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka
berjalanlah kamu di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kedudukan orang-orang
yang mendustakan Rasul-rasul.” (an-Nahl
: 36)
إِن تَحْرِصْ عَلَىَ هُدَاهُمْ فَإِنّ اللّهَ لاَ يَهْدِي
مَن يُضِلّ وَمَا لَهُمْ مّن نّاصِرِينَ
Artinya:
“Jika kamu sangat mengharapkan agar mereka dapat petunjuk, maka sesungguhnya
Allah tiada memberi petunjuk kepada orang yang disesatkan-Nya, dan sekali-kali
mereka tiada mempunyai penolong.” (an-Nahl : 37)
وَأَقْسَمُواْ بِاللّهِ جَهْدَ أَيْمَانِهِمْ لاَ يَبْعَثُ
اللّهُ مَن يَمُوتُ بَلَىَ وَعْداً عَلَيْهِ حَقّاً وَلـَكِنّ أَكْثَرَ الْنّاسِ
لاَ يَعْلَمُونَ
Artinya: “Mereka bersumpah
dengan nama Allah dengan sumpahnya yang sungguh-sungguh, ‘’Allah tidak akan
membangkitkan orang yang mati’’. ( tidak demikian ), bahkan
( pasti Allah akan membangkitkannya ), sebagai suatu janji yang benar
dari Allah, akan tetapi kebanyakan
manusia tidak mengetahui.” .” (an-Nahl
: 38)
Firman Allah, (wa laqad
ba'asnaa fi klli ummatir rasuulan ani’buduuallaha) Dan sesungguhnya kami
telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat
( untuk menyerukan ), Sembahlah Allah ( saja ).
Dalam ayat ini Allah menerangkan, bagaimana Dia telah mengutus rasul
pada tiap-tiap umat, agar menyembah kepada Allah yang Esa[1]
dan tidak boleh menyekutukannya, mereka secara individu diperintah supaya ta’at
dan ikhlash beribadah kepada-Nya.[2]
Firman Allah (wajtanibuuth
thaaghuut) dan jauhilah thagut.
Maksudnya, manusia supaya meninggalkan sesembahan selain daripada Allah,
seperti menyembah pada syaithan dan
percaya pada dukun serta tukang ramal.
Karena mereka selalu menyeru (mengajak) pada kesesatan.[3]
Firman Allah (faminhum man hadaa
nallahu) maka diantara umat itu ada adalah orang-orang yang diberi petunjuk
oleh Allah. Di antara orang yang diutus
oleh Allah yaitu para rasul mereka itulah orang yang mendapat petunjuk
Tuhan. Selaku manusia sebagai umat,
supaya membenarkan ajaran para rasulnya, menerima ajarannya, beriman pada
Allah, beramal dan mentaati semua peraturan yang dibawa oleh rasul itu. Maka seseorang yang bisa melaksanakan hal
tersebut termasuk orang yang beruntung dan akan mendapatkan kebahagian hidup
serta selamat dari siksa Allah.[4]
Firman Allah (wa minhum man
haqqat ‘alaihidh dhalalah) dan ada pula diantaranya orang-orang yang telah
pasti kesesatan baginya. Maksudnya,
Allah selalu mengutus seorang rasul pada setiap umat yang tersesat, akan tetapi
mereka justru ingkar pada Allah dan mendustakan para rasul serta mereka
cenderung mengikuti thaghut (syaithan).
Kemudian Allah menimpakan kepada mereka siksa dan mendatangkan keburukan
yang tidak bisa mereka tolak.[5]
Firman Allah (fashiiruu fil ardhi
fandhuruu kaifa kaana ‘aaqibatul mujrimin) Maka berjalanlah kamu di muka
bumi dan perhatikanlah bagaimana kedudukan orang-orang yang mendustakan
Rasul-rasul. Allah menyuruh pada umat manusia supaya berjalan dan
memperhatikan keadaan umat-umat yang ingkar kepada Allah dan mendustakan para rasul sehingga mereka merasakan siksa
Allah untuk dijadikan suatu pelajaran.[6]
Firman Allah (in tahrish ‘alaa
hudaahum fa innallah la yahdii mayyudhill) Jika kamu sangat
mengharapkan agar mereka dapat petunjuk, maka sesungguhnya Allah tiada memberi
petunjuk kepada orang yang disesatkan-Nya. Ada khitab Allah untuk rasul Muhammad saw.
“Wahai Muhammad jika engkau mengharapkan hidayah untuk seluruh orang kafir itu
tidak mungkin, ketahuilah bahwasanya Allah ta’ala tidak menciptakan hidayah
dengan kekuatan dan paksaan pada orang-orang yang menciptakan kesesatan atas
usahanya sendiri.”[7] Dalam ayat ini Allah memberikan pernyataan bahwa, orang yang telah
disesatkan oleh Allah tidak mungkin mendapat petunjuk.[8]
Firman Allah (wa maa lahum min
naashiriin) dan sekali-kali mereka tiada mempunyai penolong. Maksudnya bahwa, bagi orang yang selalu
berbuat kesesatan tidak akan ada seorangpun penolong yang menyelamatkan mereka
dari siksa Allah.[9]
Firman Allah (wa aqsamuu
billahi jahda aimaanihim laa yab’asullahu mayyamuut) Mereka bersumpah
dengan nama Allah dengan sumpahnya yang sungguh-sungguh, “Allah tidak akan
membangkitkan orang yang mati.”
Maksudnya bahwa, orang-orang munafiq itu manyalahi aturan Tuhan di dalam
kesungguhan sumpah mereka dengan mengatakan bahwa, Allah tidak akan
menghidupkan orang setelah matinya.
Padahal kelak Allah akan menghidupkan orang yang telah mati, dan Allah
tidak pernah mengingkari janji-janjinya.[10]
Firman Allah (balaa wa’dan
‘alaihi haqqan) bahkan ( pasti Allah
akan membangkitkannya ), sebagai suatu janji yang benar. Ungkapan Allah ini sebagai bantahan terhadap
ketidak percayaan mereka pada hari kebangkitan, padahal Allah akan benar-benar
membangkitkan mereka (setelah matinya). Janji Allah yang demikian itu adalah
benar dan pasti. Akan tetapi kebanyakan
mereka tidak mengetahui taqdir (ketetapan) Allah, justru mereka mengingkari
hari kebangkitan dan hari qiyamah.[11]
Firman Allah (walakinna aksaran
naasi laa yaklamuun) akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. Maksudnya mereka tidak mengetahui taqdir
Allah, kemudian mereka mengingkari hari kebangkitan dan hari qiyamah.[12]
Allah berfirman, bahwa sejak
timbulnya benih syirik dan benih kufur dalam kehidupan umat manusia ( Bani Adam
), Allah mengutus kepada tiap umat dan tiap kaum Rasul-rasuln-Nya yang dimulai
dengan Nabi Nuh a.s . dan diakhiri dengan Nabi Muhammad saw. Yang risalahnya
menjangkau umat manusia seluruhnya yang berada dibawah kolong langit ini dan
menjangkau juga jenis makhluk Allah yang disebut jin.[13]
Allah berfirman kepada Rasul-Nya, Betapapun engkau sangat menginginkan. Dan mengharapkan agar mereka
memperoleh petunjuk[14],
tidaklah itu akan dapat terjadi jikalau Allah telah menghendaki dan menakdirkan
kesesatan bagi mereka.”
Hal yang serupa telah pernah dinyatakan oleh Nabi Nuh kepada kaumnya,
sebagaimana tersurat dalam firman Allah :
وَلاَ يَنفَعُكُمْ نُصْحِيَ إِنْ
أَرَدْتّ أَنْ أَنصَحَ لَكُمْ إِن كَانَ اللّهُ يُرِيدُ أَن يُغْوِيَكُمْ هُوَ
رَبّكُمْ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ
Artinya: “Dan tidak akan
bermanfaat nasehatku bagi kamu, kalaupun aku memberi nasehat, jika Allah sudah
menghendaki kesesatanmu. (Hud : 34)
Selanjutnya, Allah berfirman dalam surat
Yunus:
إِنّ
الّذِينَ حَقّتْ عَلَيْهِمْ كَلِمَةُ رَبّكَ لاَ يُؤْمِنُونَ " وَلَوْ جَآءَتْهُمْ كُلّ آيَةٍ حَتّىَ
يَرَوُاْ الْعَذَابَ الألِيمَ
Artinya:”Sesungguhnya
orang-orang yang pasti kalimat ( takdir ) Tuhanmu terhadap mereka, tidaklah
mereka akan beriman, meskipun datang kepada mereka segala macam keterangan,
hingga mereka menyaksikan azab yang pedih”. (Yunus : 96-97)
Selanjutnya, Allah SWT. berfirman
menceritakan orang-orang musyrik yang mendustakan Rasul dan tidak mempercayai
adanya hari kiamat dan hari kebangkitan, sampai-sampai mereka bersumpah dengan
seberat-berat sumpah, bahwasanya Allah tidak akan membangkitkan orang yang
sudah mati. Allah menolak pernyataan mereka itu dan menegaskan bahwa hal itu
akan terjadi dan bahwa Allah akan membangkitkan orang-orang dari kuburn-Nya
,janji yang tidak dapat tidak akan terlaksana. Akan tetapi kebanyakan orang
karena kebodohannya dan keangkuhannya tidak mengetahui dan tidak mempercayai
sehingga mereka terjerumus dalam lembah kekafiran.[15]
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur'an al-Karim
At-Thabari, Ibnu
Jarir, Jami’ al-Bayan, (Bairut :
Dar al-Fikr, 2001), Jilid 8
Ash-Shabuni, Muhammad ‘Ali, Shafwah at-Tafaasir, (Cairo :
Dar ash-Shabuni, 1997), Jilid 2
Ibnu Kasir. Tafsir
al-Qur'an al-‘Adhim, (Cairo : Dar al-Hadis,
2002), Jilid 4
Qurtubi, ‘Abd Allah bin Ahnad al-Anshari, al-Jami’ Li Ahkam al-Qur'an
, (Cairo
: Dar al-Hadis, 2002),
Jilid 5
Wahbah Zuhaili, Tafsir
al-Munir, (Bairut : Dar al-Fikr,
1991), Juz 14
[1]
Qurtubi, ‘Abd Allah bin Ahnad
al-Anshari, al-Jami’ Li Ahkam
al-Qur'an , (Cairo :
Dar al-Hadis, 2002), Jilid 5,
h. 456
[2]
At-Thabari, Ibnu Jarir,
Jami’ al-Bayan,
(Bairut : Dar al-Fikr, 2001),
Jilid 8, h. 124
[3] Ash-Shabuni, Muhammad ‘Ali, Shafwah at-Tafaasir, (Cairo :
Dar ash-Shabuni, 1997), Jilid 2,
h. 117; Qurtubi, ‘Abd Allah bin Ahnad al-Anshari, al-Jami’ Li Ahkam al-Qur'an
, (Cairo
: Dar al-Hadis, 2002),
Jilid 5, h. 456
[4]
At-Thabari, Ibnu Jarir,
Jami’ al-Bayan,
(Bairut : Dar al-Fikr, 2001),
Jilid 8, h. 124
[5]
At-Thabari, Ibnu Jarir,
Jami’ al-Bayan,
(Bairut : Dar al-Fikr, 2001),
Jilid 8, h. 124
[6]
Ash-Shabuni, Muhammad ‘Ali, Shafwah at-Tafaasir, (Cairo :
Dar ash-Shabuni, 1997), Jilid 2,
h. 117; At-Thabari, Ibnu
Jarir, Jami’ al-Bayan, (Bairut :
Dar al-Fikr, 2001), Jilid 8,
h. 124
[7]
Ash-Shabuni, Muhammad ‘Ali, Shafwah at-Tafaasir, (Cairo :
Dar ash-Shabuni, 1997), Jilid 2,
h. 117
[8]
At-Thabari, Ibnu Jarir,
Jami’ al-Bayan,
(Bairut : Dar al-Fikr, 2001),
Jilid 8, h. 125
[9]
Wahbah Zuhaili, Tafsir al-Munir,
(Bairut : Dar al-Fikr, 1991), Juz 25, h. 105
[10]
At-Thabari, Ibnu Jarir,
Jami’ al-Bayan,
(Bairut : Dar al-Fikr, 2001),
Jilid 8, h. 125
[11]
Ash-Shabuni, Muhammad ‘Ali, Shafwah at-Tafaasir, (Cairo :
Dar ash-Shabuni, 1997), Jilid 2,
h. 117
[12]
Ash-Shabuni, Muhammad ‘Ali, Shafwah at-Tafaasir, (Cairo :
Dar ash-Shabuni, 1997), Jilid 2,
h. 118
[13]
Ibnu Kasir. Tafsir al-Qur'an al-‘Adhim, (Cairo
: Dar al-Hadis, 2002),
Jilid 4, h. 577
[14]
Ibnu Kasir. Tafsir al-Qur'an al-‘Adhim, (Cairo
: Dar al-Hadis, 2002),
Jilid 4, h. 577
[15]
Ibnu Kasir. Tafsir al-Qur'an al-‘Adhim, (Cairo
: Dar al-Hadis, 2002),
Jilid 4, h. 578
No comments:
Post a Comment
Mohon Diisi Dengan Kritik dan Saran Yang Membagun